Skip to main content

Mengenal Lebih Jauh Dewi Lestari Melalui Buku Tanpa Rencana


Kumcer terbaru Dewi Lestari berjudul Tanpa Rencana (dokpri/irerosana)

Seperti yang Dewi Lestari (Dee) katakan, isi Buku Tanpa Rencana cukup personal. Saya pun bisa merasakannya. Pembaca diberi kesempatan untuk menengok isi kepala dari ibu suri dan mengintip isi hatinya melalui celah yang ukurannya tak begitu besar. Celah itu tidak cukup untuk melihat secara keseluruhan tapi cukup mengkonfirmasi kebenaran yang berhasil terlihat.

Adeection (sebutan untuk penggemar karya Dee) atau para pembaca karya Dee pasti sadar bahwa Dewi Lestari salah satu penulis yang selalu melakukan riset secara serius dan mendalam. Dee sendiri menyebut dirinya sebagai periset intensif. Sementara karya Tanpa Rencana ini benar-benar sesuai judulnya, dibuat tanpa rencana. Bukan berarti tidak ada riset tapi lebih kepada proses pembuatannya yang dilakukan tanpa rencana.

Melalui pembuka dibuku ini Dee mengkonfirmasi bahwa karya Tanpa Rencana adalah antitesis dari karya-karya sebelumnya. Sebuah karya yang kata pengantarnya lebih dulu hadir ketimbang isinya, sebuah karya yang muncul tanpa rencana dan paling penting, sebuah karya yang cukup personal dan cukup banyak menguak sisi dari seorang Dewi Lestari.

Ada beberapa tulisan yang idenya didapat dari pembacanya. Dee menulis nama mereka di halaman depan, tepatnya di bagian ucapan terima kasih. 3 ide itu pertama tentang sekuel puisi 33 dari antalogi Madre yang  kemudian diwujudkan dalam judul "48", kedua tentang seorang pria yang membuat garam dari air matanya dan diwujudkan dalam cerita berjudul "Asam Garam" dan ketiga tentang sebuah ide untuk memberi kabar terkini para karakter tokoh di Supernova dan diwujudkan dalam "The Supernova Lounge".

The Supernova Lounge ini menarik, khususnya untuk mereka yang mengikuti karya-karya dari Dee. Cuma saya cukup kesulitan mengingat beberapa karakter karena saya mulai membaca Supernova di usia yang masih belia. Mungkin hampir 20an tahun lalu. Saya harus mengingat-ingat nama dan karakter mereka dengan baik untuk menikmati The Supernova Lounge.

Ya, karya ini sepertinya bisa menuntaskan rasa dahaga sekaligus penasaran para penggemar Supernova. Layaknya avengers yang dipertemukan, Alfa, Bodi, Elektra, Kell, Gio, Zarah, dan... Jati juga dipertemukan dalam sebuah lounge. Saya mengerti, kalian akan bertanya mengapa ada Jati di sana? dia bukan dari Supernova tapi karakter tokoh dari Aroma Karsa. Sayangnya saya tak akan membocorkan alasannya dan sebaiknya kamu membacanya sendiri.

Bagaimana kalau mereka semua dipertemukan di satu waktu? Bagaimana jika mereka semua bertemu dengan sang pencipta mereka, Dewi Lestari? Pertemuan itu bocor ke tangan pembaca atau sengaja ia bocorkan untuk pembaca. Pertemuan yang biasanya hanya dilakukan Dee dan karakter di ruang tertutup, bahkan mungkin keluarganya pun tak bisa melihat. Kali ini dipampang, diputar adegannya (layaknya sebuah film) untuk semua pembaca. 

Tak hanya karakter Supernova, Dee juga melihatkan interaksinya dengan ide-ide yang selama ini menemani dan mendukungnya. Bukankah ini sangat bar-bar? Seorang penulis membocorkan interaksinya dengan ide dan karakter tokoh yang ia buat?

Ada 19 tulisan dalam buku ini, dan bisa dibilang beberapa di antaranya sangat personal. Seperti contohnya "Bapak, Aku Mencoba" yang berisi kerinduan Dee kepada Bapaknya atau Mesin Waktu yang berisi keinginan untuk memperbaiki, mengulang beberapa kejadian di masa lalu. 

Membaca Mesin Waktu seperti menengok kembali isi kepala saya sendiri. Saya orang yang memuja film-film dan bacaan tentang time traveler, saya yang suka berimajinasi kembali ke masa lalu dan ingin membenarkan beberapa hal di masa itu. Lewat Mesin Waktu milik Dee, saya ikut nebeng dan meminta turun tepat di titik lokasi masa yang ingin saya ulang.

Saya datang ketika meet and greet dan book signing di Gramedia Matraman beberapa bulan lalu. Di sana Dee membacakan salah satu karya di buku ini, judulnya Transendensi Ampas Tai. Di singkat jadi TAI. Bukan sekadar singkatan, ini benar-benar soal tahi yang keluar dari dubur manusia. Benar-benar tahi yang itu. 

Ternyata setelah membacanya sendiri karya ini lebih dari sekadar bahasan soal TAI. Ada kedalaman cara berpikir di sana. Oh my God, saya menulis soal tai ini sambil mengetik dan menyantap sarapan pagi, bego banget!

Tadinya saya pikir itu best story dari buku ini makanya sampai dibacakan langsung oleh Dee. Tapi ternyata ada cerita lain yang lebih saya suka selain TAI dan Mesin Waktu, judulnya "Temu dan Power Rangers". Tapi lagi-lagi ini soal selera pribadi, yang mana berbeda orang mungkin berbeda pandangan juga.

Cerita Temu dan Power Rangers menyentuh hati saya. Mungkin karena ada titik kesamaan. Selama ini saya memang suka mengulik atau membuat cerpen dengan berlatar belakang kaum marjinal atau  kelas masyarakat dengan kondisi ekonomi kurang. Mungkin karena dari situlah saya berasal dan kondisi itulah yang bisa saya rasakan betul. 

Temu dan Power Rangers cukup membuat saya deg-degan. Pasalnya cerita-cerita tentang kalangan menengah ke bawah semacam mereka kebanyakan diangkat menjadi cerita karena ada unsur kesedihan, kepiluan atau akhir yang tragis. Saya mencium aroma itu saat melihat si tokoh utama datang ke tempat adu jago. Kalau nyawanya menghilang maka bertambahlah jumlah kesedihan cerita yang sejauh ini saya simpan. 

Rupanya Mbak Dee baik hati. Beliau tak sekejam itu kepada pembaca. Terima kasih sekali itu untuk itu meski sebenarnya apapun endingnya itu hak beliau. Tapi memang karya tak akan jauh-jauh dari penciptanya, mungkin banyak cinta yang mengitari seorang Dewi Lestari sehingga kasih itulah yang tanpa disadari membungkus cerita-cerita sekaligus ending-ending yang ia buat.

Saya tidak bisa memaksa seseorang untuk membaca suatu karya, karena akan percuma. Membaca adalah satu-satunya kegiataan yang membutuhkan keikhlasan dan kesiapan diri. Tanpa itu semua, setiap halaman hanya akan berlalu tanpa ada makna yang berhasil tertangkap. Karena itulah saya mengembalikan keputusan ini kepada pembaca sekalian apakah mau membacanya atau tidak. Tentu saya bersyukur jika ada yang tertarik membacanya dari ulasan yang saya buat ini.

Tapi...ada tapinya. 

Khusus para pembaca karya-karya Dewi Lestari. Dengan sangat terpaksa saya akan sedikit memaksa untuk membaca buku ini. Mengapa? Karena buku ini seolah open housenya Dewi Lestari. Ia membuka pintu dan membiarkan semua orang masuk untuk melihat bagian dalam rumah yang selama ini ia pakai untuk melahirkan cerita-cerita, bahkan mengintip kamar yang sejauh ini ia kunci rapat-rapat. 

Mungkin tak banyak karakter yang bisa kamu temukan di sana tapi ini seperti menyapa orang yang selama ini menemani kita dari karya-karya yang ia buat secara lebih dekat dan hangat. Bisa jadi di dalamnya ada banyak kudapan atau secangkir teh hangat untuk teman ngobrol bersama si empunya. 

"Berkarya bukanlah perkara berbicara melainkan mendengar" _Dewi Lestari

Hai, saya Ire. Bagi saya hidup adalah lifelong learning, pembelajaran yang tiada akhir. Melalui blog ini mari sama-sama belajar sembari sesekali bercerita mengenai kisah perjalanan hidup yang sudah saya lewati :)

Comments

  1. Dan kebetulan Kumcer Tanpa Rencana ini juga dibahas. Dan saya juga pengin membacanya karena saya suka dengan karya Dewi Lestari. Saya pertama kali membaca cerpennya 'Coro de Rico di majalah remaja MODE. dan itu unik sekali.

    ReplyDelete
  2. Selalu kagum dengan karya-karyanya Dwi Lestari. Setelah Supernova dan Filosofi Kopi yang super keren itu Dee memang kelihatan makin bersinar sebagai penulis. Kumcer ini aku baru tau sih, thanks ulasannya

    ReplyDelete
  3. Kenapa aku jadi semakin suka dengan tulisanmu ya ha ha ha, caramu menyampaikan itu suka.
    Trus aku teringat ketika membaca supernova dan melihat diri sendiri di tokoh Zarah, sampai review tentang buku itu. Bakal dibaca seh buku Dee yang ini tapi mungkin setelah list buku yang masih menunggu untuk dibaca.

    ReplyDelete
  4. Hmm syukurlah daku bukan pembaca karya beliau, maka daku tidak mendapat paksaan buat membaca buku itu, Eh wkwkwk.
    Meski demikian ada yang bikin penasaran, karena kan kalo kumpulan cerita bakalan cepet tamat dibaca dan banyak kisahnya ya, sehingga memang memungkinkan untuk ke selera pribadi mana cerita yang paling menarik perhatian.

    ReplyDelete
  5. Menarik banget, beliau menghadirkan buku yang isinya lebih personal sehingga para penggemar karya-karya Dee Lestari bisa melihat sisi dari sang penulis itu sendiri. Saya nggak baca semua buku-bukunya, hanya sebagian tapi setuju sih kalau karya beliau pasti hasil riset yang mendalam dan nggak main-main.

    ReplyDelete
  6. Bukan karena ulasan ini, tapi memang Dee Lestari bukan penulis favorit saya. Bukan juga karena saya benci loh, kebetulan aja memang gak click. Dari ulasan ini, yang menarik buat saya dari 19 cerita ada yang tentang Dee dan bapaknya, yang mana banyak dari kita bisa jadi akan relate. Dan luar biasa ya, Dee Lestari masih menulis hingga hari ini. Salut.

    ReplyDelete
  7. Nahh beberapa bulan lalu Dee datang ke Malang buat tour buku Tanpa Rencana tapii daku gak bisa datang euy. Ternyata bukunya bagus ya. Penasaran gimana caranya Kell, Elektra, dll bertemu dalam satu universe.
    Terakhir baca karya beliau yg Elektra.

    ReplyDelete
  8. Ibu Suri memang selalu memukau. Ada aja gebrakannya. Bahkan Buku Tanpa Rencana ini sukses membuat ku penasaran, namun ku tahan belum beli bukunya karena masih ada sepuluh buku baru yang belum terbaca.

    Demi tuntaskan rasa penasaran sempat nonton channel YT bang Raditya yang bintang tamunya mba Dewi Lestari. Aku sepakat kalau dibilang karya Dee yang satu ini berasa mengajak penggemar buat lebih dekat dan melihat sebagian isi hati serta dapur karya beliau.

    Serta membaca itu memang butuh kesiapan dan keinginan kuat dari diri sendiri. Kian terpanggil buat menikmati suguhan karya ibu Suri. Semoga segera kelar buku yang terlanjur ada.

    ReplyDelete
  9. Jujur ya Mbaaa, aku bukan penyuka buku2 dee. Pernah coba baca, supernova, dan aku nyerah. Baru juga bab awal, aku puyeng dan ga mau lanjutin.

    Tp ada temen yg bilang, utk supernova, tonton filmnya aja, biar paham. Oke aku udh masukin ke list.

    Trus aku coba baca madre, dan ternyata suka.

    Tapi itu juga hanya cerita yg di awal. Kumpulan cerita lainnya aku B aja.

    Temen juga nyaranin aku hrs baca Aroma Karsa. Yg mana sampe skr blm aku beli2 bukunya. Memang akan aku beli. Kalo sampe aroma karsa aku ga mudeng, berarti mungkin buku Dee memang bukan genre fav ku. Maklum, aku LBH suka genre thriller, action atau horor 🤣.

    Naah mba ire pinter nih review buku terbarunya, dan sumpah bikin aku tertarik utk baca. Cuma Krn ini related Ama novel2 sebelumnya, sepertinya aku memang harus baca dulu yg lama2 ga sih. Biar mudeng 😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. Keknya kita sama nih kak Fan, bukan yang pangsa pasarnya. Soalnya, daku juga pernah baca awal-awal karyanya Dee yang gak mudeng, tapi giliran baca novelnya Dan Brown salah satunya Davinci Code mudeng, ampe ke nonton filmnya. Tentunya, tiap-tiap penulis punya pangsa pasarnya sendiri sih ya

      Delete
  10. Karena aku bukan pembaca novel, jujurly, aku belum pernah baca bukunya Dee Lestari mengingat ketebalannya itu... tapi nampaknya kalau isinya 19 tulisan yang berbeda, aku bisa, alias sanggup baca... hehehe... thank you tulisannya mbaaak..

    ReplyDelete
  11. Wah wah, menarik deh. Baru tahu dengan buku ini, dan baru tahu dengan isinya. Jadi kepengen baca bukunya. Kepengen tahu lebih banyak tentang beliau. Nyari aaaah...

    ReplyDelete
  12. Jujurly aku bukan penggemar tulisan Dee Lestari tapi kalau yang sering baca novel atau karyanya yang lain bisa sedikkit menebak penggambaran tookoh dan keterkaitan antara satu karya dengan karya lainnya gitu kali ya mbak?
    Apa pula itu Transendesi Ampas Tahi ini hahahaha. Tapi emang katanya ceritanya sarat makna berdasarkan pengalaman si penulis yaa.

    ReplyDelete
  13. Aku suka baca kumcer apalagi dari penulis yang puitis dan kreatif seperti Dee nanti mau beli ahh

    ReplyDelete
  14. Aku pikir typoo.. TAI dan Mesin Waktu.
    Ternyata memang ada Filosofi Tai, Kedukaan, dan Spontanitas Hidup.

    Suka banget sama karya-karya Dee Lestari.
    Duluuu.. pas awal-awal beliau menulis buku, sempet underestimare. Kek yaang "Penyanyi, masa bisa nulis buku kereen??"

    Ternyataaa setelah baca langsung.. "Gilss siih.. fantasy-nya luar biasa! Penuturannya, diksinya, semuanya sempurna, buatku."

    ReplyDelete
  15. Belum pernah baca bukunya Dewi Lestari sih, meskipun sering melihat buku-buku dia yg berjejer di rak toko buku deket rumah. Mungkin perlu mencoba memulai baca 1 buku dulu ya, tapi blm tau yg mana

    ReplyDelete
  16. Setelah mendapati banyak sekali bookstagram yang menulis kisah mereka sepanjang membaca buku Tanpa Rencana dari Ibu Suri ini, akhirnya saya bisa mendapati pengalaman membaca yang lengkap dan mendalam melalui blog. Ah ... senang sekali. Sudah berapa kali maju mundur untuk beli sebab karya terakhir Ibu Suri yang saya baca itu Madre.

    ReplyDelete
  17. Hmm aku juga termasuk yang gak ikutin novel-novelnya Dee Lestari, eh sebenarnya sempat sih baca salah satu bukunya dulu tapi baru awal-awal aja saya bingung dan gak ngelanjutin lagi. Nah, baca postingan Mbak tentang buku terbarunya ini bikin saya tertarik untuk menengok lagi novel-novelnya Dee.

    ReplyDelete

Post a Comment