Sebagai salah seorang anak yang tumbuh di era 90-an dengan keterbatasan finansial dan tidak pernah ke bioskop, saya merasa bangga melihat deretan karya yang dipamerkan dalam IMAC Film Festival 2025 lalu. Menonton film di era saya ketika itu seperti privilege. Hanya bisa dinikmati di kota-kota besar oleh mereka dengan isi kantong cukup.
Untuk bisa menonton sebuah film saya harus menunggu hingga diputar di salah satu stasiun televisi. Biasanya pada hari-hari besar, perayaan-perayaan atau hari raya tertentu. Tentu saja secara waktu bisa dibilang sudah terlambat tapi tak apalah daripada tidak sama sekali. Saya baru pertama kali menginjakkan kaki ke bioskop itu tahun 2016 ketika AADC 2 ditayangkan dalam usia hampir kepala 3.
Memang terdengar cukup memprihatinkan tapi tak mengapa. Sutradara sekaliber Joko Anwar saja dulunya semasa muda pernah menonton film dari lubang ventilasi bioskop karena tak punya uang. Keterbatasan finansial tak menyurutkan niat dan minatnya terhadap film. Tapi lihat bagaimana beliau sekarang? Seorang yang punya nama besar di dunia perfilman.
Saat berkunjung ke IMAC Film Festival saya jadi teringat cerita itu kembali. Mungkinkah di antara deretan poster karya film yang tengah dipamerkan ada sosok Joko Anwar muda yang mana punya minat terhadap film tapi punya keterbatasan baik finansial, peralatan bahkan akses?
Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) mungkin menyadari bahwa bioskop memang tidak merata ada di setiap kota, tapi talenta-talenta muda tersembunyi di berbagai pelosok daerah di Indonesia.
ILUNI UI Movie Award Competition (IMAC) bertujuan untuk menjaring talenta-talenta tersebut. Mereka melakukan roadshow berupa screening dan talkshow ke daerah-daerah, memberikan kesempatan kepada sekolah-sekolah terpilih untuk dilatih dan dibekali ilmu terkait perfilman melalui program IMAC Film Camp yang berlangsung selama 7 hari.
IMAC Film Festival sendiri bisa dibilang puncak dari seluruh rangkaian kegiatan yang telah dilakukan. Festival ini berlangsung di teater Wahyu Sihombing ,Taman Ismail Marzuki dari 14 hingga 16 februari 2025. Di hari terakhir itulah akan diumumkan film terbaik yang terbagi menjadi beberapa kategori ; Film Fiksi Umum Terbaik, Film Dokumenter Terbaik, Film Fiksi Pelajar Terbaik, Film Favorit dan IMAC Film Camp Terbaik.
Saya datang dalam kondisi basah kuyup karena kehujanan. Cuaca sedang sulit ditebak, yang tadinya panas tiba-tiba bisa jadi hujan. Perubahan cuaca yang tak menentu adalah salah satu efek dari pemanasan global. Isu kerusakan lingkungan sudah tak bisa lagi terelakkan dan perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Rupanya IMAC juga sadar akan hal itu.
Mereka mengangkat tema green diffraction dengan harapan bisa menyebarkan pesan penghijauan serta mengajak masyarakat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui IMAC Film Festival.
Tema yang diangkat menjawab pertanyaan terkait gelang free pass yang kami dapat setelah melakukan registrasi. Gelang ini berisi biji yang nantinya bisa ditanam. Panitia juga mengimbau peserta maupun pengunjung untuk membawa botol minum atau tumbler sendiri karena sudah disediakan water refill. Selain itu mereka juga sudah bekerja sama dengan beberapa pihak terkait pengolahan sampah yang dihasilkan selama rangkaian festival berlangsung.
Pintu teater belum dibuka, saya menyempatkan waktu untuk berkeliling melihat 30 nominasi film yang posternya dipajang di jalan masuk area festival. Film-film inilah yang diputar selama ajang festival berlangsung. Mereka berhasil mengalahkan 246 karya lain untuk bisa nangkring di sana.
Beberapa poster terlihat eye catching dengan judul yang unik. Berbagai merchandise seperti tumbler, kaos, gantungan kunci, pouch dan semacamnya juga di jual di area pintu masuk dekat dengan meja registrasi.
Tak selang berapa lama, pintu teater pun terbuka. Suasananya cukup redup dengan level air conditioner yang cukup membuat orang menggigil. Hanya ada beberapa lampu terang yang menyorot ke arah panggung. Seorang petugas perempuan mengarahkan saya untuk mengambil tempat duduk di sisi samping.
Ruang teater tak lagi senyap setelah setelah 2 MC muda Firu dan Eky mulai naik ke panggung dan melontarkan berbagai guyonan. Ramah tamah pembukaan bisa dibilang tidak begitu lama. Hanya ada beberapa sambutan.
![]() |
Sri Bandoro selaku festival director dalam sambutannya membahas mengenai ketertarikan Ikatan Alumni UI terhadap film pendek hingga akhirnya menginisiasi mereka untuk membentuk IMAC.
“Kami percaya film pendek memiliki literatur budayanya sendiri. Mereka bisa menjadi inklusif, film pendek ini semua orang bisa membuatnya sehingga kami dapat melihat keberagaman budaya dari seluruh Indonesia.” ujar Sri Bandoro.
Lebih dari itu festival film pendek IMAC tentu menjadi pembuka jalan ekosistem industri kreatif di Indonesia. Industri kreatif ini nantinya akan menjadi lokomotif di masa depan untuk perkembangan ekonomi Indonesia.
“Setiap tahun indonesia menghasilkan 2,5 sampai 3 juta pekerja baru, orang-orang yang masuk lapangan kerja dan tidak akan mungkin ditampung oleh industri, UMKM dan lain-lain. Jadi ekonomi kreatif ini adalah salah satu jalan keluarnya dan oleh karena itu apa yang kita tampilkan bukan hanya sebuah festival, tapi kita ingin juga meningkatkan mutu, meningkatkan keahlian skill level. Kalau yang kita lihat ikut di film camp atau yang memasukkan submisi bukan cuma anak sma bukan hanya anak SMK tapi juga SMP. Jadi sejak usia dini kita ingin melatih 3 skill level nya meningkat." Ujar Didit Ratam selaku ketua ILUNI UI.
Industri kreatif memang tengah dilirik oleh banyak negara di dunia. Bahkan banyak juga yang mulai bergantung pada ekonomi kreatif untuk mendukung perekonomian nasionalnya.
Deputi bidang kreativitas Kementerian Ekonomi Kreatif, Agustini Rahayu dalam sambutannya membenarkan akan hal itu. Film, animasi, video dan musik adalah sektor yang pertumbuhannya paling tinggi. Beliau juga mengemukakan bahwa sektor ekonomi kreatif banyak menyerap tenaga kerja sehingga bisa menambah pergerakan perekonomian nasional.
IMAC Film Festival diharapkan mampu melahirkan talenta-talenta unggul untuk di bidang perfilman yang nantinya menjadi bagian dalam perkembangan industri ekonomi kreatif tersebut.
Awarding dan Screening Karya Pemenang
MC perlahan-lahan mulai mengarah ke acara utama. Pembacaan nominasi dan pemenang per kategori mulai dilakukan. Film berjudul “Remeh Temeh Segumpal Daging” berhasil menjadi film fiksi terbaik kategori umum. Sementara untuk film fiksi kategori pelajar jatuh kepada “IQRA’ (Bacalah)”.
Saya sempat menyaksikan pemutaran film IQRA yang dilakukan setelah awarding. Film ini tentang tentang seorang anak yang ingin ikut lomba hafal surat-surat Al-Qur’an dan ibunya yang berprofesi sebagai seorang pelacur. Ceritanya sang anak kecewa karena sang ibu tak mau membantunya untuk menyimak dan menghafal seperti teman-temannya.
Jika saja tak dibacakan kategorinya maka saya tak akan sadar bahwa film tersebut dibuat oleh para pelajar. Film ini tak hanya menyentuh tapi juga menyentil sisi sosial seseorang. Biar bagaimanapun sebuah film bisa jadi menggambarkan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya.
Untuk kategori film dokumenter umum terbaik diraih oleh film “Are We Still Friends?”
“Idenya menarik, ya” kata saya kepada rekan sebelah selama film berlangsung. Film dokumenter ini punya ide yang unik dengan eksekusi yang tak kalah unik juga. Di sini saya melihat bagaimana kreatifitas dan inovasi berperan besar untuk membawa film ini dicap sebagai kategori terbaik.
Selain ketiga kategori di atas ada juga kategori favorit penonton yang dimenangkan oleh film “Dua Sisi Bayangan”. Dalam puncak acara ini diumumkan juga film terbaik dari hasil IMAC Film Camp yang diraih oleh “Prisoned by Her Own Mind.”
Beban acara puncak IMAC Film Festival 2025 mulai surut tanda acara akan segera berakhir. Hujan sudah redup sedari berjam-jam lalu. Saya melangkah meninggalkan ruang teater dengan perasaan bangga. Rasanya seperti sedang menatap masa depan perfilman di Indonesia tanpa kekhawatiran.
aku sedih karena gak sempet kesini karena harus bed rest, padahal penasaran sama film Wregas
ReplyDeleteIde-ide film-nya segaaarrrr bangeett, khas anak muda!
ReplyDeleteWahh semoga bakat2 yang cemerlang ini bisa berjodoh dgn produser dan investor film yang siap mengakomodir talenta mereka.
Karena sayang banget kaann, kalo film komersil temanya ga jauh2 dari perzinahan dan persetanan.
Salute bangettt, IMAC!
Moga2 tahun berikutnya IMAC makin sustain lagi, dan bs menghadirkan duo alumni UI, Dian Sastro dan Nicholas Saputra!
Yg karya dari UPH ga menang ya mba?
ReplyDeleteTadinya penasaran Ama karya reverie UPH punya.
Saluuut banget semua ini dibuat oleh para pelajar . Bukti kalau Indonesia memang punya banyaaak bakat baru dalam dunia film. Skr pun film Indonesia udh semakin bagus. Berharap dengan adanya mereka2 yg jago dan masih muda begini, perfim an Indonesia bisa jauh lebih baik lagi dan mendunia kayak Korea selatan. JD cuma Hollywood dan Bollywood doang 😄
Huwaaa... jadi film AADC 2 adalah film pertama yang Mbak Ire tonton di bioskop? pasti sampai sekarang jadi kenangan manis tersendiri ya, Mbak hehehe.
ReplyDeleteDan saya pun senang plus bangga dengan perkembangan perfilman di Indonesia saat ini. Lewat IMAC Film Festival ini, pastinya akan melahirkan sineas-sineas muda yang handal dengan ide-ide segar. sayang nih, saya tidak sempat hadir di IMAC Film Festival.
hebat nih film2nya adalah hasil karya para generasi muda. Mudah2an saja mereka2 ini dan juga yang lainnya dapat menghasilkan karya yang mendunia. Ohya, apakah dari film2 tersebut berkisah mengenai pemanasan global juga? Acara ini diadakan tahunan ya? Harus registrasi dulu sebelum bisa menghadiri?
ReplyDeleteWah kita seangkatan nih Kak. Besar di tahun 90an.
ReplyDeleteNonton film-film di IMAC bagus yaa dan tema juga beragam...kagum banget dengan para sineas muda yg kreatif.
Salut dengan sineas2 muda yg mempunyai karya film yang bermutu dengan tema beragam. IMAC FESTIVAL bisa menjadi ajang penemuan bakat sineas2 muda, semoga semakin sukses dan ikut meramaikan dunia perfilman di lndonesia.
ReplyDeleteSemangat untuk sineas muda yang bisa menggali bakat dan kreativitas nya di bidang perfilman.
ReplyDeleteDaku ke sana pas yang hari ke dua Kak Ire. Dan kocaknya ada 2 pemutaran film yang nyaris bersamaan di 2 teater yang berbeda, yang film Remeh Temeh Segumpal Daging daku tonton duluan, terus pindah teater buat nonton are we still friends wkwkwk. Alhamdulillah-nya nyimak kedua film pendek itu dan apresiasi karena ceritanya bagus
Setuju sekali kalau Industri kreatif ini nantinya akan menjadi lokomotif di masa depan, contoh nyata Korea Selatan, ekonominya membaik salah satunya berkat drakor. Kita salah satu negara yang punya adil besar membuat negara itu semakin kaya dan itulah yang kadang membuatku pedih dan salah satu kurang suka nonton drakor, tanpa sadar kita akan terbawa untuk membeli sesuatu yang terlihat bagus, contoh baju, skin care dan terbanyak yaitu datang kesana. ( maaf agak sensi wkwkw )
ReplyDeleteHormat tinggi pada ILUNI UI Movie Award Competition (IMAC) yang membuat wadah ini, semoga anak muda negeri bisa mengambil kesempatan ini dan masa depan semakin baik.
Lagi tulisanmu epic banget Re, Terima kasih sudah mengemasnya dengan sangat manis.
para talenta muda yang tertarik dengan dunia perfilman sekarang ini keren-keren karyanya
ReplyDeleteFilm dokumenter biasanya temanya memang nggak biasa dan berbeda dengan film pada umumnya yang kebanyakan tayang di bioskop
dengan adanya event seperti ini, bisa membuat anak-anak muda untuk terus berpacu dalam menghasilkan sebuah karya, pastinya dengan tema yang unik seperti green diffraction.
Dapet info ini biasanya darimana ya mbak, aku terlewat nih padahal seneng banget bisa nonton film seperti ini... sekalian lihat talenta-talenta baru di dunia perfilman...
ReplyDeleteAku masih amaze sih sama film Are We Still Friend itu. Hanya dengan konsep sederhana, tapi bener-bener bisa nyentuh hati banget saat menontonnya. Relate banget sama daku, yang kadang pun memang rindu sama teman-teman seperjuangan lama yang sekarang sudah terpisah ruang dan waktu.
ReplyDeleteBtw mbak, rencana bikin film tahun depan gas gak nih? hahahahaha
Kalau terus diadakan seperti ini pastinya bisa membangkitkan semangat perfilman agar terus berkarya karena memang butuh film mendidik tak sekadar menghibur
ReplyDeleteTalenta muda harus bangkit dan bersatu tak sekadar buat tayangan menghibur tapi memberikan insight wawasan berlebih
Sungguh takjub sama IMAC Film Festival 2025. Baik dari sisi tema besar yang langsung diimplementasikan secara serius oleh penyelenggara hingga kagum sama karya anak muda Indonesian.
ReplyDeleteNggak nyangka ada kategori pelajar, karena hasil karyanya sudah sedemikian berkelas. Semoga saja dari deretan poster yang di lihat pada event, di masa mendatang ada banyak sutradara keren dengan karya yang bisa go Internasional ya 😇.
Semoga perfilman Indonesia makin maju dan yup bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi.
Hebat sekali sih parasinias muda bisa mendapatkan tempat untuk memamerkan karyanya dan juga mendapatkan apresiasi dan penghargaan sehingga bisa menjadi pengalaman di masa yang akan datang supaya mereka bisa terus berkarya dan juga memperbaiki dan juga menyempurnakan karya-karya mereka
ReplyDeleteSeru banget ya acaranya mendukung go green dan mencari bakat-bakat sineas muda Indonesia dan mendidiknya, bakal jadi bekal berharga untuk para peserta
ReplyDeleteAkutu awalnya juga "Ngapain siih, nonton di bioskop? Lama lama toh nongol di tipi."
ReplyDelete((maklum, jama aku kan cuma ada tipi yaak.. skarang mah, OTT OTT-an banyaakk syekaliii))
Tapi ternyataa.. pas SMA nonton pertama kali ama temen-temen segabruk, ternyataaa.. menyenangkan!
Meski kata Ibukku jaman dulu "Jangan nonton bioskop" karena kesannya gak baik anak berhijab nonton bioskop.
Huhuhu..
Memang seru kalau ide kreatif kita bisa dituangkan dan diapresiasi dengan baik oleh insan perfilman seperti dalam acara IMAC Film Festival 2025.
Seru!
Dan pastinya bikin optimis bahwa film Indonesia ini keren keren loh!
Event seperti ini bagus buat memfasilitasi mereka yang emang hobi bikin film dan berusaha untuk menjadi lebih jago dan pro lagi ya.
ReplyDeleteDapat menjadi ajang mencari bakat juga buat penerus dan memajukan industri perfilman Indonesia.
Selain itu ada kesempatan melakukan networking juga, siapa tahu beneran ada yang mengajak kolabs, nggak cuma pembuat film lokal tapi asing juga ya mbak.
Event seperti ini bagus buat memfasilitasi mereka yang emang hobi bikin film dan berusaha untuk menjadi lebih jago dan pro lagi ya.
ReplyDeleteDapat menjadi ajang mencari bakat juga buat penerus dan memajukan industri perfilman Indonesia.
Selain itu ada kesempatan melakukan networking juga, siapa tahu beneran ada yang mengajak kolabs, nggak cuma pembuat film lokal tapi asing juga ya mbak.
keren banget ya acaranya, pastinya dengan adanya event seperti ini bakal mendorong semakin banyak insan muda kreatif dalam dunia perfilman lahir dan mengharumkan Indonesia, semoga acara ini terus diadakan dan jadi ajang kreasi anak-anak bangsa dalam dunia perfilman
ReplyDelete