Skip to main content

Imajinasi Ratih Kumala dalam Buku "Bastian dan Jamur Ajaib"


Biar bagaimanapun harus saya akui, ini buku pertama karya Ratih Kumala yang berhasil saya baca. Iya benar, bukan "Gadis Kretek", tapi sekumpulan cerpen dengan judul “Bastian dan Jamur Ajaib”. 

Saya lupa kapan membelinya mungkin 3, 4 atau lebih dari 5 tahun lalu. Pun saya lupa di mana membelinya, mungkin di toko buku, book fair atau di antara tumpukan buku-buku lawas yang diobral.

Ya saya cukup menyesal karena baru bisa menamatkannya sekarang. Padahal buku ini tergolong tipis. Tak lebih dari 125 halaman. Cocok bagi para pemalas atau para pemburu buku tipis. Membacanya pun bisa dicicil karena isinya tak saling berkaitan. 

Harusnya buku ini menjadi santapan lezat para pengguna transportasi umum (transum). Mudah diselipkan ke dalam tas bawaan atau dibaca disela-sela waktu menunggu.

Ada 13 cerpen di dalamnya dan 9 di antaranya pernah dipublikasikan di beberapa media besar. Sebut saja seperti Kompas, Repubika, Jawa Pos, Media Indonesia dan kawan-kawannya. 

Cerita-ceritanya tidak terlahir dari satu waktu tapi lintas tahun, mulai dari 2006 hingga 2014. Di tahun 2014 itulah buku ini mulai dipublikasikan, lebih tepatnya setahun sebelum saya menikah (ini tak ada hubungannya, sih). 

Karena sudah berusia lebih dari 10 tahun saya rasa buku ini bisa dikategorikan sebagai buku lawas. Apalagi beberapa cerpennya lahir dari tahun 2006 yang artinya dalam beberapa tahun lagi akan berusia 20 tahun. Usia yang cukup banyak untuk menelisik kembali apakah cerita tersebut masih relevan untuk dibaca di jaman ini?

Cerpen yang saya maksud judulnya, “Lelaki di Rumah Seberang.” Isinya tentang nenek Yasmin yang sudah menghabiskan 20 tahun dari masa tuanya dengan tinggal di panti jompo. Tentu saja itu bukan kemauannya tapi keluarganya. 

Di usianya yang menginjak ke 102 tahun ia masih harus melawan rasa kesepian yang menggerogoti hari-harinya, sialnya di usia-usia itu pula nenek Yasmin harus menjadi saksi sebuah peristiwa pembunuhan (spoiler sedikit).

Usia boleh lawas tapi cerita bagaimana orang tua berakhir di panti jompo masih saja ada sampai sekarang. Saya jadi teringat sebuah video yang melintas di beranda sosmed, tentang seorang ibu di panti jompo yang menelpon anaknya sembari menangis. 

Ia bertanya atau lebih tepatnya mengadu kepada sang anak, "apakah saya tengah kamu buang?" lalu si anak bilang "tidak" hanya saja tak ada saudara mereka yang mau menerima si ibu, jadi pikir si anak, akan lebih baik jika ibunya ditempatkan di panti jompo saja. Mengecewakan untuk didengar memang, tapi begitulah dunia ini berputar.

Sama dengan cerita nenek Yasmin, plot twist tentang nenek Yasmin yang jadi saksi pembunuhan hanyalah pemanis, yang lebih penting adalah bagaimana ia harus menghadapi rasa sepi di panti jompo setiap harinya. 

Nenek Yasmin juga merasa dibuang oleh anak-anak dan cucu-cucunya. Ia merasa kematiannya sudah dinanti-nantikan. Bukankah itu cukup mengiris hati? -dan mungkin ini terdengar jahat dan pesimis- tapi entah mengapa saya merasa cerita seperti ini akan tetap relevan hingga berpuluh-puluh tahun ke depan. Bahkan semakin bar bar dan merajalela.

Ratih Kumala menyoroti banyak hal, mulai dari kekecewaan seorang anak kecil seperti dalam cerita berjudul “Ode Untuk Jangkrik” hingga POV isi kepala istri sah versus selingkuhan seperti dalam cerita berjudul “Rumah Duka”. 

"Ode Untuk Jangkrik" mengingatkan orang dewasa bahwa terkadang hal yang mungkin kita anggap remeh, bisa jadi sesuatu yang berharga untuk seorang anak. 

Seorang anak seringkali membentuk ikatan dengan sebuah benda atau barang tertentu dan ketika benda tersebut hilang atau diambil secara paksa, yang tersisa adalah rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam. 

Dalam dunia nyata, terkadang rasa itu berubah menjadi trauma yang akan ia bawa hingga dewasa. Untungnya dalam cerita itu rasa kecewa si anak tidak diceritakan lebih lanjut dan semoga saja berakhir hanya dalam hitungan hari.

Imajinasi Ratih Kumala juga beralih menuju ke laut. 2 cerita tentang laut dan putri duyung lahir, judulnya “Bau Laut” dan “Pacar Putri Duyung.” Tak semua orang lihai menceritakan laut. Tapi Mbak Ratih menceritakannya dengan bahasa yang cukup mudah dipahami. Ia melukis kisah cinta dengan memadukan unsur petualangan, mitos dalam balutan romantisme.

Dalam buku ini, beberapa cerita terasa ringan, beberapa yang lain cukup menghibur namun secara keseluruhan cukup menguras emosional, sisi sosial dan sisi kemanusiaan seseorang. Tapi semua itu diceritakan secara imajinatif. 

Banyak imajinasi bertebaran di sana sini. Contohnya cerita yang berjudul “Bastian dan Jamur Ajaib.” Sebuah cerita kombinasi antara rasa penyesalan, kesedihan dipadu dengan imajinasi tentang jamur ajaib.

Ada juga cerita menggelitik tentang nenek hijau yang kerap menyelinap ke kamar anak laki-laki yang masih perjaka dan membuat sprei mereka lembab. Ada juga kisah tentang seorang tukang gali kubur yang mulai dihinggapi ketamakan dan harus mengalami berbagai peristiwa naas (sejenis karma).

Ada beberapa cerpen yang sekilas terkesan usang. Tapi saya mencoba merenungkannya baik-baik, apa yang membuatnya usang? Jalan ceritanya yang sudah tidak relevankah, sudah umumkah atau gaya berceritanya yang mirip-mirip gaya bercerita cerpen-cerpen di era awal 2000an? entahlah, saya akan coba merenungkannya kembali untuk memastikannya.

Tak ada kutipan kata yang saya catat ataupun yang berhasil saya ingat. Sepertinya Mbak Ratih memang tidak terlalu fokus untuk melahirkan quotes-quotes yang membuat pembaca ingin menuliskannya di dinding-dinding kamar mereka sebagai penyemangat.

Ia lebih berfokus pada cerita dan imajinasi yang indah. Sebuah stimulasi yang baik untuk mereka yang ingin mulai memainkan imajinasinya. Bisa juga seperti rabbit holenya Alice in Wonderland yang akan membawamu berkelana ke dunia yang belum pernah kamu  jamah sebelumnya.

Overall, buku ini cukup menarik untuk dijadikan teman berimajinasi, sebuah teman yang mengingatkanmu bahwa selain kenyataan duniamu yang  carut marut, masih ada dunia imajinasi yang bisa kamu telusuri secara perlahan-lahan.

Hai, saya Ire. Bagi saya hidup adalah lifelong learning, pembelajaran yang tiada akhir. Melalui blog ini mari sama-sama belajar sembari sesekali bercerita mengenai kisah perjalanan hidup yang sudah saya lewati :)

Comments

  1. Kalau aku, buku pertama Ratih Kumala yang kubaca itu Wesel Pos, semacam novelet karena tipis banget. Buku kedua Gadis Kretek dan yang ketiga adalah Bastian dan Jamur Ajaib ini. Kaget juga, sebab kukira ini adalah buku anak-anak, eh tahunya cerpennya sangat dewasa dan bikin mikir walau gak serumit kalau baca-baca buku bikinan suaminya hahaha.

    Aku lebih cocok baca buku-bukunya Ratih Kumala, dan di kumcer Bastian ini ada banyak kutipan menarik yang aku suka. Salah satunya ini (sengaja aku copas dari ulasanku di goodreads hehe) "Sudah kupikir masak-masak, jika aku kelak membuat tatto, maka tatto itu adalah wajah ibu.... tentu ia akan mengamuk jika tahu aku membuat tatto, meskipun itu tatto wajahnya. Aku bisa membayangkan ibuku akan berkhotbah; orang yang ada gambar di kulit, salatnya tidak akan diterima, lalu akan masuk neraka. Sayangnya aku tak percaya neraka itu ada, seperti pesimisnya aku akan keberadaan surga." Hal. 81.

    ReplyDelete
  2. Belum pernah baca yg ini sih tapi aku suka gaya menulisnya Ratih Kumala. Dan memang buku beliau yg paling terkenal ya Gadis Kretek (tapi dulu bacanya Cigarette Girl).

    Jadi penasaran dengan cerita Bastian dan Jamur iniii

    ReplyDelete
  3. Inget Ratih Kumala, inget Gadis Kretek yhaaa.
    Yang makin kondaaanggg, setelah novel-nya diadaptasi jadi series di Netflix.
    Tapi memang imajinasi Ratih luar biasaaaa yha.
    Bisa meng-capture kepedihan anak kecil yg "barang/makhluk" kesayangannya dimusnahkan oleh org dewasa... dan sukaaaaa banget ama quotes yang Yayan tuliskan di komen tentang tattoo wajah ibuk itu. 'Menarriikkk!

    ReplyDelete
  4. Kalimat santapan lezat pengguna trasportasi umum itu bikin senyum, selalu ada yang membuatu kagum atas tulisanmu, he he he dan sepertinya karya Ratih Kumala belum pernah aku baca, bolehlah nanti jadi pilihan kalau buku-buku PR yang dibaca sudah selesai.

    ReplyDelete
  5. Jadi teringat sebuah Quotes lama mbak. 1 Ibu bisa mengurus 10 orang anak, tapi 10 orang anak belum tentu bisa mengurus 1 orang ibu. Membaca potongan ceritanya saja sudah bikin aku merinding ya, membayangkan bagaimana kelak jadinya kita menua nanti, apakah akan tetap bahagia atau justru berakhir di panti jompo?

    Anyway, bolehkah kalau nanti ada kesempatan bertemu, aku pinjam bukunya mbak? Nanti aku bawa buku Novel lainnya sebagai media pertukaran, hahahaha

    ReplyDelete
  6. Ratih Kumala adalah penulis yang hebat. Mungkin karena cerita di buku kumcer ini ditulis sudah lama, maka terasa usang karena memang element-element ceritanya kadang tidak sesuai dengan zaman sekarang. Misalnya dulu Nenek Yasmin menelepon keluarganya pakai telepon panti, sekarang sudah bisa video call pakai ponsel. Tapi kalau saya, justru menikmati nuansa-nuansa itu dan seolah bernostalgia. Hehehe.. ketahuan usianya hahaha.

    Menyorot soal Nenek Yasmin, memang miris beliau ditempatkan di panti jompo. Padahal di usia senja, orang tua ingin dekat dengan anak dan cucunya. Merasakan kasih sayang, tidak seolah dibuang.

    ReplyDelete
  7. cerita nenek Yasmin ini menarik banget kayaknya ya. aku penasaran gimana lanjutannya si nenek jadi saksi pembunuhan wkwkw maaklum penggemar cerita thriller
    btw, emang dilema juga ya. di satu sisi aku pikir dengan nenek yang tinggal di panti jompo itu mereka bakalan ada temen yang sebaya, bisa ada aktivitas rutin juga, trus ada perawat yang sigap. bukannya nggak mau ngurus ya, tapi biasanya anak2 yg udah dewasa punya kesibukan masing2. justru yang dikhawatirkan kalo dipaksa tinggal bareng justru neneknya nggak keurus huhu

    ReplyDelete
  8. Buku Ratih Kumala aku baru baca yang Gadis Kretek, buku ini belum pernah aku baca. Sepertinya kisah nenek Yasmin ini menarik dan bikin penasaran. Pengin baca juga sih tapi apa bukunya masih dijual ya kak?

    ReplyDelete
  9. Sudah cukup lama nih aku nggak baca buku yang bisa menghadirkan dan mengasah imajinasi, rasanya ku butuh baca bukunya mba Ratih juga. Apalagi ini kumpulan cerpen dan bisa nyelip di ranselku. Mana tau pas KRL nggak begitu padat ku bisa baca sambil membunuh waktu perjalanan.

    Kebayang sih seorang nenek yang di kirim ke panti jompo padahal punya anak dan cucu, sepinya kebangetan pasti dan ada rasa terbuang huhuhu.

    Terima kasih sudah menceritakan sebuah buku yang worth it untuk dibaca siapapun termasuk aku.

    ReplyDelete
  10. Aku baru tahu mengenai buku "Bastian dan Jamur Ajaib" karya Ratih Kumala ini. Walau sudah dituliss beberapa tahun lalu tapi cerita2 dalam buku ini tetap relevan ya hingga saat ini. Aku jadi ikut sedih membaca ulasan mengenai cerpen "Lelaki di Rumah Seberang" tentang isu kesepian di panti jompo. Lalu ulasan untuk"Ode Untuk Jangkrik" yang menggambarkan kekecewaan anak kecil. Kedua cerita itu memberikan perspektif mendalam tentang kompleksitas emosi manusia. Jadi kepingin cari nih bukunya dan mulai membaca.

    ReplyDelete
  11. enaknya kalau kumpulan cerpen yang nggak saling tersambung gini, kita bisa kasih jeda waktu untuk membaca. Dulu waktu SMP aku sering beli buku kumpulan cerpen dan cepet namatinnya.
    tapi kalau sekarang aku baca buku, bisa berbulan-bulan nggak selesai. Memang aneh

    Aku suka ceritanya yang beragam gini, apalagi ada cerita mengenai anak dan cucu yang menelantarkan neneknya. Kok bisa gitu,penasaran

    ReplyDelete
  12. Ya ampuuuun aku pernah baca ini 🤣. Sampe aku buka lagi IG ku mba, Krn pernah 2020 sampai 2022 aku tuh rutin review buku di IG 🤣. Abis itu males hihihihi

    Cerita fav nenek hijau. Ini memang nyeleneh sih ceritanya , khas Ratih banget 😄. Tapi tetep aja nagih buat dibaca.

    Awalnya aku pikir buku cerita anak2, ternyataaa ga samasekali 😄🤭

    ReplyDelete
  13. Kalau penulis sudah punya imajinasi yang sangat tinggi, tentu membuat pembaca makin terbuai itu makin besar
    Ah jadi pengen baca dengan saksama
    Kalau review saja bisa beda interpretasi nanti hehe

    ReplyDelete
  14. Dulu Saya tahunya buku beliau itu adalah gadis kretek yang sukses dibuat miniseri dan dibintangi Dian Sastro, memang hebat imajinasi beliau sehingga menghasilkan karya-karya tulis yang digemari oleh masyarakat

    ReplyDelete
  15. Buku kumpulan cerpen jarang ya terbit sekarang lebih banyak novel, padahal cerpen asyik dibaca saat waktu sempit, hiburan banget...dan memantik ide nulis juga..

    ReplyDelete
  16. Jadi Gadis Kretek salah satu karyanya Ratih Kumala ya, Mba? Buku Bastian dan Jamur Ajaib ini tipis juga ya hanya 125 halaman dan isinya berupa kumpulan cerpen. Jadi pengen baca juga bukunya.

    ReplyDelete
  17. Memang klo ngomongin Ratih Kumala, ingatan kita pasti tertuju pada Gadis Kretek ya
    Tapi nyatanya Ratih Kumala punya karya lain yang tak kalah apik, seperti novel ini contohnya

    ReplyDelete
  18. Ah saya jadi penasaran dengan buku Ratih Kumala dengan kumcernya yang mengajak pembaca untuk berimajinasi ini. Eh tapi yang Gadis Kretek juga belum sempat saya baca sih

    ReplyDelete
  19. Aku jarang baca novel berbahasa Indonesia, termasuk karya Ratih Kumala ini. Menarik bagaimana dia bisa membuat cerita yang erat kaitannya dalam sehari-hari dan tak akan pernah mati. Menurut saya, ini skill yang harus dimiliki novelis. Agar kapan pun karyanya dibaca, tetap relevan dengan zaman.

    ReplyDelete

Post a Comment