dok.pri/irerosana |
Seluruh dunia harus kenal sama yang namanya Cak Dlahom. Orangnya nyentrik, unik dan punya kelakuan yang berbeda dari kebanyakan orang di kampungnya. Pekerjaannya luntang lantung, terkadang ia berbicara pada air, tidur di kandang kambing, menciumi mereka sembari menangis hingga tidur telanjang di mimbar masjid.
Wajar kiranya jika ia lewat selalu diteriaki “orang gila” oleh anak-anak dan dianggap tak waras oleh penduduk sekitar. Tentu saja bukan karena kelakuannya yang aneh, dunia perlu tahu yang saya maksud adalah soal pemahaman agama Cak Dlahom yang kerap menyentil orang-orang di kampungnya termasuk juga pembaca.
Cak Dlahom adalah tokoh fiksi yang dibuat oleh Rusdi Mathari, sang penulis buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya ini. Kisah Cak Dlahom sebetulnya adalah tulisan seri ramadan dari situs Mojok.co yang kemudian dibukukan.
Ceritanya dalam kisah ini, Cak Dlahom adalah seorang sufi dari Madura. Meski kelakuannya tidak wajar tapi soal ilmu keagamaan ia sering dimintai saran oleh orang-orang bahkan para tokoh di kampungnya.
Banyak ucapan Cak Dlahom yang menyentil keimanan seseorang seperti dalam judul “Masuk Islam Dulu Baru Puasa Ramadan.” Kisah ini memaksa kita untuk berpikir apakah benar kita sudah masuk islam ataukah kita beragama islam sebatas riwayat turun temurun dari keluarga?
“Orang yang masuk islam pertama harus baca syahadat. Disaksikan banyak orang.” Kata Cak Dlahom. Meski kita baca syahadat setiap kali dalam salat tapi tentu itu bukan diperuntukkan untuk masuk islam, bukan?
Kalau dipikir-pikir saya pun belum pernah mengikrarkan diri membaca syahadat diniatkan untuk masuk islam dan disaksikan oleh banyak orang, lantas apa saya benar sudah masuk islam? Tentu ini bukan soal baca syahadat secara harfiah saja tapi sudahkah kita benar-benar memeluk islam dan menjalankan syariatnya dengan baik dan benar?
Ada 30 kisah Cak Dlahom yang akan membuat pembaca tersentil, banyak-banyak berpikir dan kembali merenungkan konsep beriman dan beragama yang selama ini kita semua yakini. Semua itu disajikan dengan kisah bergaya humor sederhana ala Rusdi Mathari.
Sepertinya Cak Rusdi (begitu beberapa media memanggilnya) melahirkan Cak Dlahom untuk menguraikan keresahannya mengenai konsep beragama yang terkadang disalahartikan.
Kisah-kisah yang ia lahirkan di buku ini terinspirasi dari cerita-cerita ahli agama serta tokoh tersoroh seperti contohnya Syekh Maulana Hizboel Wathany Ibrahim, Jalaruddin Rumi, Gus Ubaidillah, dll.
Meski berbentuk cerita humor tapi isu-isu yang diangkat tidak sederhana. Contohlah kisah yang berjudul "Membakar Surga Menyiram Neraka". Dalam kisah tersebut Cak Dlahom menyentil orang-orang di kampungnya yang rajin salat di masjid tapi lupa dengan Sarkum dan ibunya yang kelaparan.
Sarkum adalah seorang anak yatim sementara ibunya adalah seorang janda yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Pak Lurah. Karena ekonomi mereka kurang baik dan ibunya banyak terlilit hutang, Sarkum terpaksa harus putus sekolah.
“Salatmu dan sebagainya adalah urusanmu dengan Allah, tapi Sarkum yang yatim dan ibunya yang kere mestinya adalah urusan kita semua,” kata Cak Dlahom. Di bagian halaman lain diceritakan bahwa ibu Sarkum harus mengakhiri hidupnya akibat derita hidup yang tak sanggup ia pikul. Lagi-lagi Cak Dlahom menyentil orang-orang seperti yang dikisahkan dalam judul “Dia Sakit dan Kamu Sibuk Membangun Masjid.”
Banyak hal menjadi perhatian Cak Rusdi dan semua itu membuat saya berpikir betapa selama ini saya hanya memahami ilmu agama dari luarnya saja. Membaca ayat sekadar hapal di luar kepala sementara makna dan implementasinya, nol.
Tak hanya Cak Dlahom, beberapa tokoh dengan karakter yang berbeda-beda juga dilahirkan dalam kisah-kisah yang terkumpul di buku ini. Sebut saja Mat Piti seorang yang terlihat paling peduli kepada Cak Dlahom melebihi siapapun termasuk warga-warga yang lain.
Ada juga Romlah, anak Mat Piti yang kecantikan dan kealimannya membuat banyak pria jatuh hati. Sedikit spoiler, akan ada kejutan terkait status Romlah di bagian akhir-akhir cerita. Selebihnya ada tokoh-tokoh seperti Pak Lurah, Pak RT, Gus Mut, Nody dan kawan-kawan yang turut membangun dan mewarnai cerita tentang Cak Dlahom ini.
Jika saja saya membacanya lebih dulu sebelum dibukukan, pasti saya menjadi seorang yang tak sabar menunggu postingan terbaru dari kisah-kisah Cak Dloham. Penasaran, apalagi kira-kira yang mau dia lakukan dan ajaran apa lagi yang bisa menyentil saya maupun pembaca.
Di negeri ini isu agama dan keimanan seseorang menjadi hal sensitif, jangankan bisa menasihati, sekadar menyenggol saja bisa jadi panjang urusannya. Di samping itu tidak semua mau menerima kritik soal keyakinan. Tapi dengan karakter Cak Dlahom yang aneh dan jenaka, Rusdhi Mathari berupaya untuk membuat persoalan nasihat ini menjadi lebih sederhana.
Sama halnya seperti memberi nasihat tanpa terkesan menggurui. Misalpun dalam perjalanannya banyak yang merasa tersindir ya mungkin memang begitu keadaan dunia. Artinya usaha Cak Rusdi tak sia-sia.
Buku ini menjadi media pertama perkenalan saya dengan almarhum Cak Rusdi. Saya ingin berterima kasih karena beliau sudah membuat buku yang terasa ringan namun penuh gizi ini. Senang bisa mengenalmu meski hanya lewat karya-karyamu, Cak!
Td aku coba buka ipusnas, kali aja ada buku mas rusdi ini di sana. Ternyata cuma 1, yg judulnya hormati yg tidak puasa, hormati yang merokok. Aku langsung pinjam, mau tahu tulisan2 beliau.
ReplyDeleteKalo dari review yg mba tulis kliatannya memang nyeleneh tapi menarik 😄👍. Penasaran buat baca. Apalagi judulnya eye catching banget