Skip to main content

Sebuah Paket dari Kampung Perca Sindangsari Bogor

 


Akhir Juli 2024, sebuah paket JNE datang ke kota Bumi Melayu, Jambi. Isinya kemeja putih yang dibuat dari kreasi kain perca sisa dari produksi garment. Paket tersebut berasal dari sebuah kampung di daerah Bogor Timur, Jawa Barat. Sebuah kampung yang dikenal karena telah berhasil menyulap barang tak terpakai menjadi sesuatu yang bernilai jual. Namanya “Kampung Perca Sindangsari”.

Cerita tentang Kampung Perca cukup membuat saya tertarik untuk melipat jarak dari kota Depok menuju ke Bogor dengan menggunakan commuterline. Setiba di stasiun Bogor saya lalu melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek online.

Setelah menempuh jarak kurang lebih 9,3 km, ojek online yang saya naiki berhenti tepat di depan gang Raden Alibasyah.

Di sana saya sudah disambut plang setinggi 3 meter bertuliskan “PERCA” yang tersusun secara vertikal lalu ada juga hiasan dinding memanjang bertuliskan “Kampung Perca Sindangsari” lengkap dengan kotak warna-warni sebagai simbol potongan perca.


Belum jauh dari bibir gang, 2 plang bulat bertuliskan “Galeri Pletok” dan “Galeri Kriwil” di sisi kanan dan kiri jalan seolah menyambut setiap orang yang masuk ke daerah tersebut.

“Galerinya sedang tutup Mbak, sedang perbaikan, kalau mau, langsung ke galeri utama saja!” Kata penghuni sekaligus pengelola Galeri Pletok. Galeri ini sebenarnya adalah rumah milik warga yang dimultifungsikan.

Total ada 4 galeri yang ada di Kampung Perca; Galeri Pletok, Galeri Kriwil, Galeri Pak Hasan (galeri utama) dan Galeri Pangsi. Galeri utama selalu dibuka setiap hari untuk umum sementara 3 galeri sisanya hanya dibuka pada momen-momen tertentu saja.


Tak mau membuang waktu saya pun beralih menuju ke galeri utama yang letaknya hanya beberapa meter dari Galeri Pletok dan Galeri Kriwil. Plang dengan nama Galeri Pak Hasan yang ada di sebelah kiri jalan mengisyarakatkan bahwa saya sudah berada di lokasi yang tepat.

Berbeda dengan 3 galeri lain, Galeri Pusat berada di sebuah bangunan berlantai 3. Kabarnya bangunan itu dulunya adalah gudang konveksi yang sudah lama tak beroperasi. Galeri Pak Hasan sendiri berada di lantai 3 dan pengunjung bisa menjangkaunya dengan menaiki beberapa anak tangga.


Begitu tiba di lantai 3, mata saya langsung tertuju kepada sesosok perempuan di balik meja penyambutan. Namanya Ika, seorang petugas administrasi.

Tak jauh dari tempat Ika terlihat juga beberapa ibu-ibu yang tengah makan bekal bersama sembari berlesehan. Rupanya saya datang tepat di jam makan siang.

Tak butuh waktu lama setelah memperkenalkan diri, Ika langsung mengajak saya masuk dan berkeliling sembari mengenalkan produk-produk di dalam galeri.

Ruangan galeri tidak begitu besar pula tidak begitu kecil. Beberapa item seperti baju, bantal, alas tikar terlihat mendominasi ruang ber-AC dengan dinding kaca itu. Selain item besar, ada juga pernak-pernik kecil seperti dompet, gantungan kunci, ikat rambut yang terlihat berjejer rapi di rak-rak. Sembari merapikan beberapa item, Ika pun mulai bercerita.

“....waktu itu tu tahun 2020, warga Sindangsari terkena imbas pandemi juga, jadi suami kami masing-masing itu banyak yang di rumahkan, ada yang di PHK, ada yang dibatasi waktu kerjanya. Kalau biasanya dalam satu bulan itu 26 hari, ini hanya 10 hari, otomatis pendapatan kami kan berkurang, ya. Dari situ keluh kesah warga Sindangsari didengar oleh bu RW yang sekarang menjadi ketua di Kampung Perca. Ibu RW lalu bercerita ke ibu lurah yang kebetulan mempunyai basic menjahit,” tuturnya sembari merapikan beberapa produk.




Di sebuah rak, terlihat beberapa masker yang dibungkus plastik bening. Kata Ika, masker itulah produk pertama dari Kampung Perca. Dulu ketika pandemi, permintaan masker di berbagai daerah meningkat secara drastis. Momen itu mereka manfaatkan untuk mengkreasikan sisa bahan konveksi yang tidak terpakai menjadi sebuah masker.

Ketika pandemi berakhir permintaan maskerpun menurun sehingga para ibu harus kembali memutar otak agar usaha mereka terus berlanjut. Dari situlah muncul ide untuk menambah item-item lain seperti dompet, tas, baju, bantal, keset, pangsi dan lain-lain. Hingga kini total kurang lebih ada 40 item yang sudah berhasil dikreasikan oleh ibu-ibu di Sindangsari.


Awal Kampung Perca berdiri hanya ada 15 orang yang bergabung sebagai penjahit. Seiring berjalannya waktu, lambat laun jumlahnya pun meningkat. Kini tercatat sebanyak 27 orang yang sudah bergabung dan merasakan manfaat secara langsung buah dari menjahit kain perca. Warga otomatis mendapatkan 2 penghasilan, pertama dari hasil menjahit dan kedua dari bagi hasil rekap keuntungan yang dilakukan setiap 2 bulan sekali.


Tahun 2021 Kampung Perca disahkan oleh gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil beserta Walikota Bogor, Bima Arya. Setelahnya, berbagai dukungan baik dari pemerintah setempat maupun pusat pun mulai berdatangan. Salah satu contohnya adalah bantuan mesin jahit dari CSR program Aspirasi anggota DPR RI sebesar Rp. 35 juta rupiah.

Kini Kampung Perca tidak hanya menghasilkan produk-produk kreatif dan inovatif yang bisa dijual ke masyarakat luas saja tapi juga menjadi wadah edukasi bagi masyarakat baik dari dalam kota, luar kota bahkan hingga luar pulau seperti Palu, Palembang, Jambi dan lain-lain.

Dari kampung inilah paket berisi kemeja tadi berasal. Tak hanya Jambi, kiriman paket dari Kampung Perca telah sampai ke berbagai kota lain di Indonesia seperti Padang dan Purwakarta.

“...jadi mereka lihat di IG, langsung telepon, kita kirim foto-fotonya, mereka oke, kasih size, lalu dikirim,” ujar Ika.

Sewaktu saya tanya ekspedisi yang biasa mereka gunakan, Ika pun menjawab, “JNE”.

Pentingnya Memilih Ekspedisi Bagi Pelaku Usaha  

Memilih ekspedisi bagi pelaku usaha menjadi hal yang patut dipertimbangkan betul-betul karena jika salah malah justru menambah masalah. Misalnya saja jika pengiriman terhambat, customer cenderung komplain ke penjual -yang padahal sudah menyerahkannya ke jasa ekspedisi. Belum lagi jika terjadi kerusakan pada paket, penjual juga akan terkena imbas dari kemarahan customer.

Beberapa hal yang bisa dijadikan acuan ketika memilih ekspedisi di antaranya; mengecek legalitas perusahaan, memiliki SOP pengiriman jelas dan transparan, jangkauan pengiriman yang luas hingga tersedianya layanan untuk penanganan komplain.

Di luar itu hal yang terpenting bagi pelaku usaha adalah memastikan produk mereka diterima dengan kondisi yang baik sehingga tidak mengurangi standar kualitas yang telah mereka jaga.

Selain telah memenuhi standar acuan, #JNE juga menyediakan layanan asuransi yang bisa memberikan perlindungan risiko baik kerusakan maupun kehilangan sehingga akan lebih menentramkan para pengguna jasa.

Dengan pengalaman malang melintang kurang lebih 33 tahun di bidang ekspedisi, #JNE33Tahun juga terus berupaya melakukan optimalisasi Service Level Agreement (SLA) untuk meningkatkan pelayanan serta kepuasan pelanggan.

Dukungan JNE Terhadap Pertumbuhan UMKM di Indonesia 

Berdasarkan data Kadin tahun 2023, jumlah UMKM di Indonesia sudah mencapai 66 juta. Jumlah tersebut telah berhasil memberikan kontribusi kepada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebanyak 66% atau senilai Rp.9580 triliun sementara tenaga kerja yang berhasil terserap mencapai 117 juta pekerja.

Jumlah UMKM yang sudah masuk ke ekosistem digital sendiri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Misalnya saja tahun 2023 ada sebanyak 24 juta lalu meningkat menjadi 30 juta di tahun 2024.

Melihat dari laju pertumbuhan UMKM yang semakin luas, peran aktif ekpedisi logistik menjadi hal yang sangat penting. Ekspedisi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan aktivitas distribusi berjalan dengan baik dan lancar.

JNE sendiri sebagai mitra logistik tak hanya menunjukkan komitmennya dalam mengoptimalkan SLA namun juga tergerak dalam memberikan dukungan terhadap pertumbuhan UMKM di Indonesia. Hal ini terbukti dari adanya berbagai program yang selenggarakan untuk mendukung UMKM salah satunya program “JNE ngajak online”.

Program ini telah berjalan sejak tahun 2017 di 183 kota di Indonesia dan diikuti oleh 40 ribu pelaku UMKM. Selain itu ada juga program Sharing Session, Aplikasi my JNE, dan Goll..Aborasi Bisnis Online.

Pada masa pandemi Covid 19, JNE yang memiliki tagline #connectinghappiness juga memberikan dukungan terhadap UMKM berupa program promo dan diskon. Hal ini dilakukan agar produktivitas dan efisiensi UMKM terus meningkat. JNE menilai bahwa UMKM adalah salah pilar penting yang menggerakkan roda perekonomian di sebuah negara. Selain itu JNE juga mengadakan edukasi strategi penjualan di era digital untuk meningkatkan potensi dari para pelaku UMKM.

Dari sekian banyak upaya yang dilakukan, tepat kiranya jika JNE mendapat penghargaan sebagai “mitra UMKM” bidang logistik pada UMKM Summit Awards tahun 2024.

#GasTerusSemangatKreativitasnya! 

Selain kesedihan, pandemi ternyata juga melahirkan kreativitas warga.  Meski sudah berakhir,  nyatanya kreativitas itu masih hidup dan terus menyala di kampung Sindangsari.

Tak hanya menjadi sumber pendapatan baru bagi warga kampung, rupanya keberadaan Kampung Perca juga menjadi sumber inspirasi serta wadah pembelajaran bagi mahasiswa maupun masyarakat daerah lain yang ingin melakukan hal serupa. Hal ini terlihat dari banyaknya kunjungan masyarakat secara langsung dari berbagai daerah di Indonesia.

Dukungan serta komitmen dari ekspedisi seperti JNE-lah yang membuat UMKM seperti Kampung Perca dapat terus menggerakan roda perekonomian warga sekitar. Semangat dan dukungan itu pulalah yang membuat kreativitas UMKM terus berkembang dan tak pernah mati.

Foto bersama Ika, petugas administrasi Kampung Perca (dok.pribadi) 

*Artikel ini dibuat untuk #JNEContentCompetition2024*


Resources; 

wawancara dengan pihak Kampung Perca

https://ekbis.harianjogja.com/read/2024/03/12/502/1167702/jne-raih-penghargaan-mitra-umkm-pada-umkm-summit-awards-2024

https://kadin.id/data-dan-statistik/umkm-indonesia/

https://kotabogor.go.id/index.php/show_post/detail/101347

Comments

  1. Masya Allah, sarana ekspedisi yang tepat memang akan menjadi penduduk berkembangnya suatu usaha yaa, jadi bisa menjangkaunya konsumen yang lebih luas dan menjaga kepuasannya juga karena tepat waktu. Apalagi ada program khusus seperti ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak, kretivitas warga serasa didukung dan jd mudah berkembang 🥰

      Delete
  2. keren banget sih Kampung Perca, selain membuka lapangan pekerjaan dengan adanya umkm kain perca tapi juga membuat kampung perca menjadi dikenal oleh masyarakat Indonesia

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Kak, sejauh ini banyak masyarakat dari daerah lain yg berkunjung ke sana untuk belajar . Semoga bisa jd inspirasi untuk daerah lain 👍

      Delete
  3. Semangat Kampung Perca yang tak patah arang, jadi menginspirasi kita bahwa terus berjuang dan berdaya jadinya memberikan manfaat bagi sekitar. Sehingga wajarlah jadi banyak dapat dukungan dari berbagai pihak ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak, terlebih itu dibangung waktu pandemi, saat semua orang butuh tambahan pendapatan sementara keadaan lg genting2nya...🥺

      Delete
  4. Keren ya Kampung Perca memanfaatkan sisa bahan yang ada, memberdayakan warga masyarakat sekitar jadi lebih berdaya..semoga dengan ekspedisi JNE makin maju ya usahanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Kak, harus lebih banyak lagi nih daerah2 yang melakukam hal serupa 🙏

      Delete
  5. Terkadang pandemi yang menyusahkan, tetap menyisakan hikmah setelahnya. Salah satunya kreativitas dan kemampuan bertahan hidup yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya. Semangat dan berdaya terus Kampung Perca.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali, pandemi banyak melahirkam kreativitas. Memang benar ya kata orang, dalam keterbatasan justru ide2 kreatif akan muncul 🙂

      Delete
  6. MasyaAllah keren sekali ada kampung perca begini. Semoga semakin sukses dan maju. Selain kreatif ini juga mendukung ekonomi masyarakat. Terima kasih juga buat JNE yang sudah mendukung UMKM di Indonesia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ya Kak memang kekreatifan warga harus didukung dengan kurir logistik yang handal pula jadi perjuangan warga tidak sia-sia dan lebih maksimal ya Kak :)

      Delete
  7. Saat ini, perkembangan umkm makin pesat dengan bantuan jasa pengiriman yang terpercaya seperti JNE ini ya mbak
    Senang aku, JNE sangat membantu umkm

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Kak, saling bantu dan saling support sehingga tujuan bisa lebih maksimal :)

      Delete
  8. Dari bahan bekas jahitan bisa jadi produk garmen yang punya niat jual bagus dan bisa memberi penghasilan tambahan buat warganya. Kampung Perca ini memang UMKM yang luar biasa ya, bisa jadi desa wisata juga ya.

    JNE mah memang pilihan pertama untuk ekspedisi pengiriman ke seluruh Indonesia yang terpercaya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mana sampah saat ini menjadi isu krusial, selain menyelamatkan lingkungan juga menambah pendapatan masyarakat, sungguh kombinasi epik :)

      Delete
  9. Selalu suka sama perca, dari sisa-sisa kain masih bisa dimanfaatkan dan punya nilai jual. Dulu pas mamaku masih ada, mamaku juga punya usaha jahit dan suka pakai kain perca juga :) Aku baru tau nih Kampung Perca di Bogor ini.. Semoga kapan-kapan bisa main ke sana juga buat lihat produk-produknya langsung :)

    ReplyDelete
  10. Baguuus mbaa hasil produksi kain perca nya 😍😍. Pada kreatif ya warga di sana. Bisa mengolah limbah perca menjadi barang2 lbh berguna dan memang cakep hasilnya 😍. Aku kebetulan lagi cari selimut perca, dan lihat ini jd kepengin ikutan mesen

    Kalo ttg JNE nya, ini mah juga logistik kepercayaanku utk kirim2 barang. Mama ku yg di medan kdg suka kirim Makanan, dan itu selalunya pakai JNE yg sehari sampai. So far selalu bener sehari. Jd makanan kayak rendang yg dikirim mama sampe ke rumahku msh dlm kondisi bagus 👍👍.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...