Skip to main content

#SamberTHR Kompasiana dan Hal-Hal yang Salah dalam Menulis

Unsplash.com

Akhirnya samber ramadan tahun ini dilalui dengan baik. Tadinya saya mau menulis pesan dan kesan mengikuti Samber Thr tapi karena sudah ada yang lebih dulu menulis jadi saya bergeser ke sini saja :)

Menulis rutin dan kontinyu itu tidak gampang, terlebih jika temanya sudah ditentukan. Memang tema yang diberikan terbilang cukup ringan tapi sebenarnya bukan di sana letak kesukarannya. Yang susah adalah bagaimana tulisan tetap stabil sampai akhir. Ada beberapa yang pada satu hari menulis dengan sangat bagus, tapi jelek di hari lain.

Nah, hal-hal seperti itulah yang sepertinya saya alami. Tidak stabil, seperti orangnya. Bagi orang seperti saya kestabilan itu mahal harganya. Hemm.. apakah ini adalah sebuah pengakuan kekalahan?

Anggap saja begitu.

Tidak mungkin menang dengan kualitas tulisan yang pas-pasan, riset ala-alaan, dan emosional yang naik turun. Saya cukup sadar diri soal itu. Sayangnya, ketidakpuasan yang saya rasakan ini berujung pada writer’s block selama beberapa saat. Inilah alasan saya mencurahkan uneg-uneg di sini, untuk menang melawan writer’s block.

Saya belum siap menulis kembali ke kompasiana. Saya merasa lebih butuh banyak membaca ketimbang menulis saat ini. Beberapa bulan terakhir saya sibuk menulis dan lupa membaca, jika dirasa makin lama tulisan makin receh tanpa bobot.

Saya iri melihat tema-teman kompasioner yang bahkan setelah samber THR beralalu masih produktif menghasilkan tulisan. Mereka seolah menganggap Samber THR sebagai sesuatu yang menyenangkan dan sudah menjadi bagian dari keseharian.

Sayalah yang salah. Tidak seharusnya saya menganggap ini sebagai sebuah kompetisi, karena jika begitu saat itu juga saya kehilangan kesenangan dari menulis.

Tapi adanya hadiah dan gaungan kompetisi memang sulit dihindari. Sulit menempatkan diri seolah sedang tidak berkompetisi di tengah ketatnya persaingan antar perserta dan gaungan hadiah ini dan itu. Duh, padahal saya juga tidak butuh-butuh amat hadiah tersebut tapi ego diri memang susah dimengerti.

Sia-sia sudahlah waktu 30 hari ini.

Mungkin itulah yang membuat saya tidak puas dan menghadapi writer’s block, ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Bukan karena tau akan kalah tapi karena sadar saya tidak melakukannya dengan optimal.

Ada satu prinsip yang selalu saya pegang dari dulu, saya tidak terlalu peduli pada hasil tapi saya peduli untuk berusaha seoptimal mungkin. Goal saya itu, berusaha optimal sementara hasil hanyalah bonus tambahan.

Ketika kita sudah berupaya optimal maka saat itu kita telah mendapat hadiah pertama yaitu : kepuasan.

Sial, saya benar-benar tak tahu harus menulis apa. Yasudahlah, mungkin beberapa hari ini saya harus kembali dulu kepada buku-buku dan menulis soal “tidak tahu harus menulis apa” di sini. Di blog yang lama bersarang dan kesepian.

Blog ini pernah ramai, dulu, ketika si pemilik masih rajin memberikan hatinya dan para pembaca menanti tulisan-tulisan barunya.

Tapi blog itu seperti hati, jika tak ditunggui dan diisi, maka lama-lama akan membeku sendiri.

 

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...