Aroma
Imlek di Chinatown
Berbeda
dengan perjalanan beberapa tahun lalu yang menggunakan jasa private tour.
Backpacker bersama suami kali terasa lebih menyenangkan. Saya jadi mulai paham
alur, jalan dan paham cara bergerak di Singapura. Kurang lebih pukul 10.30 kami
sampai di St Chinatown. Kami bergegas keluar dan mengaktifkan google map untuk
mencari hostel yang sudah kami booking. Tak berapa jauh berjalan, kami melewati
Chinatown foodstreet. Terlihat di kanan kiri beberapa stand makanan lengkap
dengan harga-harga, di sekitar stand terdapat meja kursi untuk pengunjung yang
juga sudah penuh terisi. Kami tak sempat mencicipi apalagi meneliti tulisan
pada menu di samping kanan dan kiri. Kami sengaja tak mampir, rencana kami
ingin terlebih dahulu menuju hostel, menaruh beberapa barang dan keluar kembali
dalam keadaan ringan.
Sebelum
sampai di penghujung pesta kami sudah menemukan nama Burrow. Bergegas kami
mencari jalan masuk yang memang kecil dan sedikit tertutup keramaian. Setelah
tangga lantai ke tiga kami menemukan pintu masuk. Di resepsionis 2 orang wanita
tengah berbincang dengan petugas jaga. Si petugas wanita meminta saya menunggu.
Ruang tunggu hostel terasa akrab dan tidak kaku. Seorang bule yang tengah
berbaring di sofa merah bergegas bangkit dan mempersilakan jikalau mau duduk di
sebelahnya. Saya memilih ndlosoran di lantai dekat dengan buku-buku. Itu
pertama kali saya menginap di hostel dan tahu bahwa masing-masing hostel menata
diri secara berbeda-beda.
Ruang tunggu hostel burrow |
Hostel
kami berfasilitas standar. Kami membayar 472ribu rupiah untuk 2 bed (atas-bawah)
selama satu malam. Harga tersebut sudah termasuk murah mengingat letaknya yang strategis.
Yang jelas, di Singapore kelas hostel sudah bisa dikatakan bersih. Saya mulai
membiasakan bila bepergian -apalagi waktu weekend- untuk terlebih dahulu
booking dan bayar hotel secara online. Apalagi sekarang banyak sekali aplikasi
travel yang memudahkan untuk cari dan booking hotel dengan harga yang variatif.
Kami menggunakan traveloka sebelum berangkat. Keuntungannya, kami bayar masih
dalam rupiah dan aman, kami tak perlu takut kehabisan kamar.
Bed yang kami sewa |
Setelah
hampir tengah malam kami baru dapat kamar. Karena bersama suami, kami memilih
kamar campuran. Meski sedikit risih satu kamar bersama pria-pria asing tapi itu
lebih baik daripada kami harus terpisah (efek penganten baru). Kesepakatan awal saya tidur di atas, tapi rupanya bed atas berada tepat di bawah kipas angin, saya pun minta yang di bawah. Suami sibuk sendiri menutup bed bawah dengan kain seadanya, tak rela istrinya tidur dilihat pria asing. Ketika saya minta kami seranjang ia menolak, katanya malu. Lah kan sudah sah ya, lagian apa kita berniat begituan di sana?
Suasana kamar |
Pihak
hostel menerangkan berbagai hal seperti tempat mengambil cup, piring, sendok,
air panas gratis, teh, kopi dan toilet yang letaknya terpisah dari semua kamar.
Mereka juga menjelaskan mana yang gratis dan mana yang harus bayar. Di hostel kami
harus mandiri, selepas membuat teh, cup dicuci dan diletakkan pada tempatnya,
berlaku juga untuk makanan lain. Apa yang seperti ini patut untuk diceritakan? Harap
maklum karena itu benar-benar pengalaman pertama saya di hostel. Rupanya menginap
di hostel itu selain harga yang cocok dikantong juga menyenangkan.
Small kitchen bersama |
Setelah
menyantap pop mie yang memang sengaja saya bawa banyak, beberapa sari roti dan
teh panas, kami kembali turun untuk menengok jalan. Siapa tahu masih kebagian
pestan makanan china di bawah. Sayang hujan datang dan banyak stand sudah
tutup. Kami kebagian becek dan lalu lalang yang mulai meredup satu demi satu.
Yah, setidaknya kami sempat mengunjungi beberapa toko oleh-oleh sebelum mereka
tutup. Harga di Chinatown sama halnya di Bugis Street, murah dan cocok di
kantong. Harga oleh-oleh tas Singapore masih dengan 3 tahun lalu 10$ untuk 6
tas, bedanya 1 dollar kala itu masih di angka 6000an sementara sekarang hampir 10
ribu. Mengingat ini tahun ayam, banyak sekali toko di sana yang menjual
pernak-pernik berbentuk ayam.
Salah satu toko oleh-oleh |
Jadi,
menurut saya, poin-poin penting kalau mau backpacker ke Singapura adalah
prepare google map offline, mencari tahu kondisi dan info mobilitas di sana, memilih
dan membooking hostel sebelum berangkat lalu print out biar aman, lalu yang
satu ini klasik tapi masih berfungsi, bawa pop mie dan roti yang banyak (sejauh
ini saya selalu coba dan berhasil), itu semua di luar dokumen-dokumen wajib secara
umum seperti paspor, KTP dll. Lebih dari itu, tersesat di sana tentu
menyenangkan.
Salaman |
Comments
Post a Comment