Skip to main content

Review Novel : Semusim dan Semusim Lagi




Kuberitahu : rasa iba dari orang lain adalah bahan bakar paling ampuh untuk membuatmu cepat mati.” p. 211

Banyak cara pandang yang menyenangkan -bagi kaum yang menyebut dirinya unik- yang bisa digali dari novel ini. Setelah sekian lama menelusuri novel demi novel, kembali saya bisa merasakan lagi bagaimana indahnya berlama-lama dengan sebuah novel. Yang saya ingat, terakhir saya menelusuri kata demi kata dan menikmati alur cerita adalah dari Gelombang. 

Novel yang menyenangkan bisa menghadirkan suasana ‘enggan berakhir’, jangan sampai bertemu ujung halaman. Ternyata ada lho penulis yang bisa mendeskripsikan kegiatan-kegiatan kecil seperti berhayal, dan membuat secangkir kopi menjadi kegiatan yang menyenangkan.  

Ketika membacanya saya lupa bahwa novel itu adalah karya dari orang Indonesia karena terasa seperti novel terjemahan luar.  Mungkin juga karena pemilihan adegan dan nama tokoh yang cenderung kebarat-baratan sehingga mengecoh pembaca. Hingga pada titik ketika penulis menyertakan istilah ‘kopi mandailing’, ‘bidah’, ‘PKI’ dan beberapa band lawas Indonesia, saya tersadar kembali bahwa setting novel ini masih di dalam negeri.

Terkhusus untuk saya, ada perasaan bahagia ketika bisa membacanya namun juga kecewa. Kecewa karena saya hanya meminjamnya dari perpustakaan dan bukan membeli dan tak bisa menaruhnya di ruang baca pribadi. Karena awal ketika saya pinjam, saya pun tak menyangka akan begitu menyukainya. 

Dari novel ini saya jadi kepikiran betapa seluruh ide di dunia ini tidak ada yang klise, tergantung bagaimana cara penulis menceritakannya. Sederhana pun bisa jadi indah ketika diolah oleh seorang Andina Dwifatma.

Harusnya itu sudah bisa ditebak hanya dengan melihat endorsement dari seorang Seno Gumira Aji Darma dan Sitor Situmorang di halaman belakang buku yang  saya kira awalnya itu hanya sematan belaka.  Dan lagi, harusnya saya membaca stiker yang menempel di depan buku yang bertuliskan ‘Pemenang Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012’. Itu pun tak begitu saya perhatikan. Layaknya Saman yang memenangkan sayembara tersebut tahun 1998 –dan merupakan salah satu novel favorit saya- kepuasan itu pun terulang kembali.

I really want this novel in my private library and wanna take it everywhere I go but unfortunately can’t. So, I just wanna recommend u to read this and feel how this novel works in you.

No more words but thanks :)

Hai, saya Ire. Bagi saya hidup adalah lifelong learning, pembelajaran yang tiada akhir. Melalui blog ini mari sama-sama belajar sembari sesekali bercerita mengenai kisah perjalanan hidup yang sudah saya lewati :)

Comments