Skip to main content

Saya Masih Ada


Sumber : Doc. Pribadi


Melihat 2 blog saya yang sepi akan timbul pertanyaan ‘apa saya tengah jenuh menulis?’ atau berniat mengundurkan diri dari dunia literasi? Jawabnya tentu saja ‘TIDAK!’. Saya tidak pernah meninggalkan tulisan barang sedetik pun! Bahkan mimpi itu masih terasa, masih menghantui dikala saya beranjak dan bangun dari tidur samban harinya.


Memang saya tengah sibuk dengan job menulis offline di koran lokal.  Biarpun tidak rutin juga tapi bila dikumpulkan tetaplah lumayan menjawab betapa saya masih benar mencintai dunia ini.  Posting ke blog? Hmm.... saya kurang tahu apakah tulisan yang sudah saya kirim dan cetak offline bisa di posting ke blog atau tidak, tapi agaknya itu menjadi sebuah pertanda kelumpuhan atas kemampuan saya memenuhi blog pribadi. Saat ini saya cenderung menghindarinya.


Saya sadar tidak akan berada di lapangan selamanya. Kelak, akan ada satu waktu di mana saya hanya akan bercumbu dengan imajinasi dan materi yang saat ini tengah saya himpun. Kelak akan tiba suatu masa di mana saya hanya akan fokus dengan pekerjaan rumah dan menulis semata. Saat ini biarkan saya menikmati apa yang ada di hadapan saya. Biarkan saya memuaskan diri akan rasa skeptis ini. Biarkan saya membunuh sisa rasa jenuh atas ketidaksesuaian hati dan pekerjaan lalu.  Biarkan saya membalas dendam atas kekuarangan dan rasa sakit dulu di organisasi. 


Apapun keadaan, saya tetaplah dekat dengan tulisan. Sampai mati pun saya akan tetap dekat dengan tulisan.  Terima kasih.


Love you my dear with all of my heart -> someone who gives me chance to make it easier @petualangcilik.

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...