Skip to main content

AirAsia - Love at The First Flight





Saya masih ingat betul hari, tanggal, rasa dan gimana deg-degannya saya ketika pertama kali naik pesawat. Tepatnya tahun lalu  tanggal 12 Maret 2013 pukul 7.15 am, beranjak dari Ahmad Yani-Semarang menuju Soekarno Hatta-Jakarta via AirAsia. Rasanya sewaktu masih menunggu keberangkatan itu gado-gado banget, penasaran...iya, takut...baget, exited...pasti, plus nervouse dan deg-degan macam mau bertemu calon mertua (orang camer aja belum punya). 

Sumber : Doc. Pribadi
Umur sudah seperempat abad tapi memang benar saya sama sekali belum pernah naik pesawat. Emm...takut jatoh, takut nabrak, takut ketinggian, takut ketembak pesawat jet lain (korban PS -_- ) emmm...tapi itu semua salah, yang benar adalah takut harganya selangit, hehehe. 

Dan.... semua berubah ketika iklan promo AirAsia menyerang.....

Sumber : zamzamtiketonline.blogspot.com


Waktu itu saya tengah bersantai di ruang tengah bersama keluarga, tiba-tiba sinetron favorite emak saya terpotong iklan, dan suara itu pun datang “Harga mulai 99 ribu...” (Seingat saya begitu) langsung saya ambil tissue dan mengelap-elap monitor Televisi saya. Bonyok terbengong-bengong melihat kelakuan saya. “Kali aja ini layar sudah lama ndak di lap jadi mengaburkan angka-angka.” Masa’ iya naik pesawat cuma segitu? Ah, pasti ini strategi marketing doang, atau saya kudet karna juga belum pernah naik pesawat.

Semenjak itu AirAsia hadir di mimpi-mimpi saya, saat ke toilet, saat mau makan, mengerjakan laporan, bahkan saat saya kencan #eh. 

Ternyata tak hanya AirAsia yang pamer kemurahan (eh, maksud saya promo) tapi USS juga tak mau ketinggalan melambai-lambaikan tangan. “Hayooh... sini sayang....muah..muah...” begitulah yang terjadi di mimpi saya. Akibatnya saya dan teman saya jadi berfikir, kenapa mereka tidak jadian saja?!  Itulah ide tercemerlang kami waktu itu. Setelahnya, langsung cap cus, kami menyusun strategi perang untuk menakhlukkan USS dengan bantuan armada AirAsia. Ide perjodohan ini harus berhasil, pikir kami. We want USS, We want Singapore! (sembari berteriak-teriak dengan kepala dibalut tulisan ‘ganbatte’ di depan cermin kamar. 

Setelah itu, kami membagi tugas, memantau promo tiket hingga membookingnya, memantau tour hingga merayu embak-embaknya biar dikasih murah, memantau dollar hingga merayu mas-masnya, siapa tahu harganya jadi turun (yang ini pastinya gagal). 

Kala itu bulan Januari 2013, penerbangan Semarang-Singapore belum dibuka, jadi mau tak mau kami harus berangkat lewat Jakarta. Dapat jadwal terbang paling pagi memang mendebarkan.  Sesuai instruksi yang ada bahwa harus ada di bandara 2 jam sebelum keberangkatan, sebagai orang awam yang taat aturan dan takut ditinggal terbang, jadilah saya berangkat pukul 4.30 (Hoaaammm....masih ngantuk) saya bahkan lupa kala itu mandi pagi dulu atau langsung berangkat.  Nasib saya tidak lebih mengerikan dibanding teman saya naik travel dari Jogja pukul 2.30. 

Sumber : Do. Pribadi
 
Sebagai orang awam dan penumpang yang baik pula saya tidak membawa tas besar, sudah saya cari tahu di google seberapa besar bagasi pesawat, dari hasil penelitian dan perkiraan saya, tas saya tidak akan muat masuk bagasi, akhirnya saya putuskan untuk meminalisir jumlah tas. Ndilalah...sampai hari H tiba dan melihat langsung besarnya bagasi ternyata......saya sungguh SANGAT menyesal meninggalkan tas besar saya, hufft... itu bagasi masih muat buat travel bag ukuran sedengan tau! 

Dan....finally...12 Maret 2013 pagi, di saat semua teman kantor saya sibuk bekerja, saya merasakan sensasi terbang untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Hmmm....tarik napas.

Sumber : Doc. Pribadi

 “How’s your first flight?” tanya teman saya. Saya cuma bisa menarik napas panjang, Yeeeaaah..I’ve done it! Gugurlah ungkapan ‘belum pernah naik pesawat’ yang selama ini melekat pada tubuh saya, hehehehe.... 

Hmm..... tarik napas dan mari menunggu penerbangan berikutnya!

Belum selesai saya di manja AirAsia, penerbangan berikutnya lebih mendebarkan, dari Soekarno-Hatta kami bertolak ke Changi, Singapore. Pastinya hari itu juga menjadi tonggak sejarah klayapan nekat saya karena untuk pertama kalinya harus menginjakkan kaki di negeri orang.  Sehari bersama AirAsia 3 tempat terlalui Semarang- Jakarta- Singapore. Kala itu kami dapat tiket promo, per orang PP Jakarta – Singapore CUMA kena 800 ribuan. 

Sumber : Doc. Pribadi

Dan....Jadilah... AirAsia saksi sekaligus pemprakarsa perjalanan nekat serta angan-angan liar saya.

Sumber : Doc. Pribadi

Setelahnya, banyak teman-teman yang iri dan mulai memantau promo AirAsia, yang belum pernah naik pesawat juga jadi penasaran untuk menjajalnya. Serasa jadi inspirator! Hmmm...tarik napas lagi.

Semenjak itu, pikiran-pikiran nekat untuk menyalurkan hobi travelling selalu bermunculan, sesuatu yang dulunya tidak mungkin menjadi mungkin sekali. 

Kadang kita memang punya hobi aneh dan nggak mungkin, tapi yang perlu kita lakukan hanya percaya pada pikiran kita dan hajaaarrr!!! 

Dengan berakhirnya cerita tadi, saya masih ngarep AirAsia menjadi partner sejati, sejiwa dan seraga dengan menjadi perantara dan alasan utama saya menginjakkan kaki di Nepal untuk pertama kalinya nanti. *Big smile*

 Tarik napas.....oyeaahh! Thank you www.airasia.com


Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...