Untuk putri yang
sedang bermeditasi bersama alunan irama musik Bali.
Apa kabar Buleleng?
Apa kabar panas mentari Sanur? Dan apa pula kabarmu?
Melihat foto-foto
dan status-status yang kau pasang, aku pastikan kau tengah bergembira menikmati
hidup barumu. Adakah kau rindu tanah ini? Baiklah, setelah ini akan aku coba mengurangi
intensitas penggunaan kata ‘rindu’, aku kira itu sedikit mengganggumu dan juga sedikit menyayat hatiku. Kau tahu, mengetik
kata ‘rindu’ itu lebih berat ketimbang mengetik kata ‘cinta’. Pun begitu pula
dengan rasanya.
Put, seharusnya kita
bersama di penghujung ramadhan. Menikmati pekan hari raya jauh dari keluarga
dan hingar-bingar kota Lumpia. Di sana
aku akan membawa 4-5 judul buku baru untuk kuhabiskan, lalu kertas, pena dan
netbook untuk mulai merajut kata-kata. Tapi
aku sangat bodoh bila mempercayai khayalan itu.
Apa yang lebih menyita perhatianku kepada buku selain kehadiranmu di
sampingku. Bukankah kita sudah sering mencoba dan semua sia-sia. Buku-buku,
file dan netbook menjadi tak bertuan ketika kita bersama. Yang ada, kita akan akan kembali bersautan
cerita tentang kabar, tentang pria, hati wanita, dan gelombang. Ku prediksi topik pria dan gelombang akan sangat panjang tingkat durasinya.
Bila benar begitu,
sia-sialah rencanaku menyusun 2 outline novel dan memperkosa buku-buku di
rakku. Jumlahnya ada 25 Put, masih lengkap dibungkus plastik bening. Semuanya
seperti kita yang masih perawan. Dari jumlah
itu ada Larung, buku pemberiannmu. Aku harap kau tak kecewa-kecewa amat buku
pemberianmu itu masih anyar dan
bahkan belum kububuhkan nama serta tanda tanganku pada lembar pertamanya.
Liburan hari rayaku
cukup panjang Put, 2 minggu. Namun,
tetaplah tak cukup panjang untuk menikmati 25 buah buku. Oke, lupakan kisah tentang 25 buku yang masih
perawan! Semua itu sedikit palsu dibanding alasan utamaku yaitu tak mampu
membeli tiket pesawat yang harganya meroket menjelang liburan.
Dan kata maaf
menjadi ujung dari karangan cerita di atas. Rencana aku akan menghabiskan malam
pergantian tahun 2015 di kota barumu.
Tapi benar aku rindu
kamu, semenjak pertama kau melangkah pergi meninggalkan kota ini. ditambah lagi kau pun jarang online,
memutuskan diri untuk tidak terjerat arus pemilu di facebook. Meski kata-katamu sering kurindukan tapi aku
rasa itu lebih baik ketimbang kau kembali mengeluarkan fatwa haram untuk capres
tertentu. Okeh, lupakan soal pemilu, mungkin bagian ini akan kau sesali
(mengapa harus ada).
Tapi Put, aku bukan
seorang lesbian walaupun harus memacari Mila setelah kepergianmu. Bukankah kamu
yang menyuruhku untuk berbagi kasih dengannya? Atau kau tak pernah muncul
karena kau cemburu melihatku dengannya? Tapi aku lebih percaya kau sibuk bbm-an
dengan pria-pria ketimbang mencemburuiku dengan Mila.
Andai kau di sini,
akan kuceritakan kisah hatiku yang tercuri oleh seorang pria. Pria Put, bukan
wanita. Karena cuma kamu wanita yang mampu mencuri hatiku(halah). Mungkin
setelah ini kamu akan mengirim pesan dengan pertanyaan besar “kamu jatuh cinta
dengan siapa??”. Ah, bila kukatakan aku takut dan malu bila kau sampai
terheran-heran. Apakah mencintai orang yang bahkan untuk bertegur sapa pun tak
pernah itu bisa dikatakan sebagai cinta? Tapi aku merasa damai dengan segala
hal tentangnya.
Put, kenapa surat
rindu ini harus terkontaminasi dengan kisah piluku. Lupakan kisahku dan peluk
aku. Mungkin itu bisa meredam keduanya. Sekali lagi aku minta maaf tidak mampu
menepati janji.
Sebagai ganti
permintaan maafku, akan kuusahakan kamu berada di barisan pertama pemilik
Gelombang yang lahir akhir agustus nanti.
Kau tahu aku tak akan membeli buku 2 kali, dan tidak akan membelikan
buku yang aku sendiri ingin memiliki. Tapi kamu lebih pantas atas Gelombang
seperti halnya Mila lebih pantas atas Tempo dari pada aku.
Sekian surat rindu
atas rindu yang tak pernah reda.
Udah ah, serius amat
bacanya. Hahahaha..
Irero
Comments
Post a Comment