Welcome 2014!
Dan Tuhan tak pernah ingkar janji, pasca tangisan terdahsyatku semalam,
meronta merengek bak anak kecil yang minta dibelikan mainan heli, aku menagih
janji-Nya untuk menyembuhkan setiap luka yang mendatangiku bertubi-tubi di
penghujung tahun. Semua seolah sengaja
hadir bersamaan, ingin kulibas dan kuhabiskan di malam pergantian. Kepada siapa
lagi aku meminta selain kepada-Nya?
Lalu aku merasa baik-baik saja, bahkan aku tak pernah merasa sebaik
ini. Jadi kuucapkan, Selamat datang tahun 2014, tahun yang
kuragukan entah berhasil kutakhlukkan atau tidak. Kau tahu, di luar hujan
(biarpun tak lebat) tapi sedari kemarin cuaca tak bersahabat, seperti bumi
kebocoran AC alam, membuat perutku mual dan kram. Harusnya aku ke luar rumah
dan jalan-jalan, menikmati pemandangan 2014. Tapi aku memilih meringkuk di
balik selimutku.
Aku merasa tak ingin sendirian hari ini, jadi kuciptakan tokoh, emmm...entah
wanita atau pria aku masih bingung. Jikalau
harus pria aku merasa tak ingin membuat penggemar-penggemarku cemburu (itu
kalau mereka benar ada) tapi jikalau wanita? Sebenarnya aku kurang suka curhat
kepada wanita (hanya beberapa orang yang kusuka dari mereka) kerena aku tak
suka cara berfikir mereka, yah aku tahu aku sendiri wanita, oleh karena itu aku
tak suka wanita, aku butuh pembanding lain yang mungkin pikirannya tak bisa
kutebak. Oke, dipersingkat saja, aku
ciptakan tokoh pria.
Namanya Netral. Hmmm....memang
terdengar seperti nama sebuah band,
tapi biarlah. Dia yang akan menetralisirkan keluh kesahku, lebih tepatnya
membantuku menyusun plan 2014, seperti yang sedang kulakukan.
Jadi jadi aku dan Netral tengah duduk di sebuah cafe yang tak begitu
ramai. Kami memilih meja di luar untuk
bisa langsung bersenggama dengan udara luar ruangan dan bebas melahap
pemandangan alam di hadapan kami. Ada sebuah....hot chocolate (itu yang kuinginkan dari
kemaren), dan coffee di hadapan
Netral. Aku tak suka pria perokok, tapi
aku ingin Netral merokok, itu akan memberikan kesan ‘nakal’ dan ‘laki-laki’
padanya. Jadi sebungkus A lights putih dan secangkir coffee pekat dan pancake dengan lumuran
cokelat kesukaanku.
Sesekali Netral menatapku, tapi lebih sering membuang pandang ke sekitar.
“Jadi semalam kamu di Burj Khalifa?” tanyaku memecah kesunyian.
“Heemmm...tak ada yang lebih spektakular daripada menghabiskan pergantian
tahun dengan mendongakkan kepalamu ke atas, menatap gedung tinggi menjulang yang
mengeluarkan ribuan kilauan percikan cahaya api dengan balutan iringan orchestra. Kau tahu, setiap percikan yang meluncur
bersinergi dengan nada yang keluar dari orchestra,
tarian mereka berpadu di tengah ribuan mata orang memandang,”
“Andai aku di sana,” ucapku singkat.
Netral tersenyum mendengar penyesalan dari nada suaraku.
“Lalu plan-mu di tahun ini?” ah akhirnya dia menanyakan itu, aku sudah
menunggu, aku ingin bercerita.
“Kau tahu 2013 sangat berarti buat aku. Terlalu banyak pergerakan di tahun
itu, terlalu banyak ambisi dan pencapaian,” ucapku sembari meliriknya. Matanya menerawang ke luar tapi aku tahu
Netral melumat benar setiap ucapanku.
“lalu?”
“Lalu, karena itu salah satu tahun terbaikku aku sedikit terbebani,”
“Terbebani?” akhirnya aku mendapat matanya mengarah kepadaku.
“Kau tahu doa setiap orang adalah agar hari ini lebih baik dari hari
kemarin, dan tahun ini lebih baik dari tahun kemarin,”
“Ohh, I see,” dia paham maksudku.
“Aku punya tugas wajib menjadikan tahun ini lebih spektakular dari tahun
lalu, tahun terbaik seumur hidupku,”
“Are u afraid?” kali ini Netral
bersedekap dan menatapku lekat-lekat.
Rupanya kata-kataku berhasil mematri perhatian matanya, artinya aku
lebih indah dari pemandangan indah sekitar (mungkin).
“little, ‘coz I donno what to do, I
have no fix plan. Is that called ‘afraid’?” aku balik bertanya.
Netral tersenyum, ada kegelian terbesit di wajah tampannya.
“Don’t you remember last year, you
were an optimism woman that I’ve ever known,” penuh keyakinan dia
menatapku.
“With great plan, no scared,
ambitious, you just great na!” lanjutnya.
‘Na’? owh..aku mendengar darah Indian di ceritaku. Oke, jangan orang India,
Netral pria Indonesia tulen.
“Ya, and too many goal in 2013 and
too many great things too,” ucapku.
“Included Radar?”
“Hahahaha,” pertanyaanya membuatku tertawa.
“Please don’t talk about him! Not
now,” balasku.
“You know what? Kau harus
berterima kasih padanya,”
“Kenapa?”
“Karena tanpa dia 2014-mu lebih terbebani.
Bukankah bagus ada kepedihan di akhir ceritamu? Bayangkan kalau itu
semua tidak ada, tahun 3013-mu benar-benar sempurna dan kau akan semakin
ketakutan lebih dari sekarang yang kau rasakan,” Netral menyelesaikan hisapan rokok
terakhir lalu mematikannya.
“Yah, mungkin kau benar. Dia datang
untuk membuat segalanya lebih mudah dan ringan,”
“Cuma kamu tidak menyadari itu!” potongnya.
Oke, aku merasa baru saja di skakmat.
“Jadi aku tak mengharap banyak plan
di tahun ini,” ucapku mengalihkan perhatian.
“Cukup satu. Bukuku harus terbit!” lanjutku mantap.
“Berapa banyak?”
“Sebanyak-banyaknya. Sebanyak yang aku bisa!” dalam hati aku berkata, bisa satu saja sudah untung.
“Aku tak mau terlalu terganggu dengan plan-plan
lain seperti tahun lalu, just writing,”
tambahku penuh keyakinan.
Untuk beberapa saat kesunyian kembali terjadi. Tak ada yang ingin kukatakan dan mungkin bagi
Netral tak ada juga yang perlu ditanggapi. Kami tahu persis apa yang harus kami
lakukan, kami hanya butuh pendengar pasif untuk memantapkan diri.
“Yakin berhasil?” akhirnya Netral memecah kesunyian kami.
“Tugas kita di bumi ini bukan untuk selalu berhasil, tapi mengupayakan yang
terbaik, dan tetap berlapang dada ketika gagal, bukan?” kataku membela, di satu
sisi pertanyaan Netral cukup menciutkan nyaliku. Permasalahannya apa aku siap
gagal? Apa aku bisa bangkit lagi?
“Oke, say welcome to 2014, This is
not the end of War. It just begins!” Netral mendekatkan wajahnya, menantangku.
Kukuatkan diri untuk menerima tantangannya,
“Cheerss..?” kuangkat cangkirku.
“Kau pikir cangkirmu berisi bir, itu cokelat panas!” ucap Netral memecah
ketegangan. Kami tertawa bersamaan.
“Tapi kupikir aku harus punya plan-plan
kecil seperti, minum segelas coffee,” ucapku di sela-sela tawa.
“Owh, that’s bad idea,”
“Atau ta’aruf dengan seorang pria yang tak kukenal sebelumnya,”
“Wooo that’s really bad,”
“Atau mengamen di bus?”
“No!”
“Atau....”
“Just stop it! Apa tidak ada ide
yang lebih waras,” tanyanya kesal.
“Kupikir itu cukup waras.” Aku tertawa.
Perlahan tawa kami mereda.
“Terlalu banyak janji yang kuucapkan pada diriku sendiri, tapi satu per
satu akan berusaha kupenuhi, setidaknya itu caraku menghargai diri.”
“Heemm...ya you alright!”
“So, kalau punya dua tiket ke Dubai, kira-kira kau akan mengajakku atau Radar?”
Netral kembali menatap mataku lekat-lekat. Aku sambut tatapannya, kudekatkan
wajahku.
“Just...go away.... you are... not
real...!” kataku kesal.
Bersamaan dengan teriakanku, cafe itu menghilang bersama Netral. Kudapati diriku masih meringkuk di balik
selimut tebal. Hujan belum reda, apa
alam tengah menangis menyambut tahun ini? apa alam berfikir, kenapa kiamat
tidak datang-datang? Jadi penderitaan yang ia alami akibat ulah manusia bisa
berakhir? Ah, kuhentikan lamunanku. Aku beringsut bangun. Ada yang harus
kukerjakan. Selembar kertas putih kosong
menungguku.
Selamat datang 2014, seperti kata Netral “This is not the end of war, the war just begins!”. “And I am ready to face 2014.....!!!!”
ku harap tetangga tidak datang mendengar teriakkanku.
Comments
Post a Comment