Skip to main content

Jeda



(Beda antara penat dan ‘down’)
 
Jeda
Saya sedang menyusun sebuah plot cerita besar.  Maksud saya lebih panjang dari cerita-cerita yang saya pernah buat. Nantinya ini akan jadi novel (kalau jadi sih). Setelah saya pelajari ternyata pembuatan novel itu sedikit menguras pikiran, membuat syaraf otak kacau dan perut mual beberapa kali. Pasalnya, alur cerita dan konflik yang ditimbulkan panjang, tidak seperti cerpen dan bahkan flash fiction(cerita mini). Tapi apa boleh dikata, itu satu-satunya jalan untuk bisa disebut penulis (setelah sekian bulan) saya bermain-main dengan tulisan-tulisan tidak jelas!

Normalnya, orang membuat novel itu harus melewati bulan, biar terkesan serius gitu. Tapi aturan itu akan segera saya labrak, karena saya hanya mentargetkannya selama 15 hari. Berhasil tidak-nya tidak perlu diperdebatkan, yang penting cepat dilaksanakan. Tapi saya baru menyadari, kenapa sejauh ini banyak orang yang membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan sebuah novel. Memang tidak mudah ternyata! 

Kesulitan-kesulitan itu antara lain pada ;

1.       Pencarian Ide cerita
Ide memang terkadang seperti jalangkung, datang tiba-tiba, pergi tak bilang-bilang. Terkadang orang harus bertapa berhari-hari, harus menyendiri, atau melakukan hal-hal konyol seperti membuat status-status gila hanya untuk memancing ide brilian keluar. Tapi ada juga orang yang tidak berbuat apa-apa tanpa sengaja mendapat petuah ide yang jenius, brilian dan out of the box, ahaa....! kalau saya sih, ide paling bagus biasanya dapat waktu saya tidak sedang memikirkan untuk mencari ide tersebut. Atau juga waktu saya rileks, tanpa beban dan tekanan. Sayang kondisi keuangan dan keadaan terkadang menciptakan tekanan-tekanan yang sejauh ini tidak membantu malah menghambat. Nasib pemula, huft!

2.       Pembuatan Plot cerita

Ide saja ternyata belum cukup. Dalam novel ide tersebut harus terurai menjadi ide-ide yang lebih luas dan memenuhi jumlah plot yang akan kita buat. Kalau biasanya saya bisa menciptakan artikel dengan konsep instan, kali ini benar-benar harus diperhitungkan, pasalnya produk yang segera akan saya buat adalah konsumsi panjang dan bukan bacaan sekilas. Belum lagi menentukan dan membuat konflik-konflik dan menyisipkannya dalam bagian-bagian yang sudak kita tentukan. Konfliknya harus sesuai dengan yang kita garap, realistis dan reliable, tidak berlebihan tidak juga minim.

3.       Penokohan

Nah, ini bagian yang kurang saya suka. Saya belum mahir menciptakan tokoh dan karakter. Tidak bisa menentukan nama tokoh, sifat, watak dan nama-nama benda atau tempat spesifik yang menjadi setting dalam cerita. Kadang malah saya lebih sering menyerah dalam tahap ini.  Tapi mau tidak mau, harus mau! Jadi anggap saja ini tantangan.

4.       Memulai

Ini masalah semua orang, memulai! Segala hal itu sebenarnya mudah, tapi hasrat untuk memulainyalah yang susah. Yang saya rasakan, memulai menulis novel itu seperti menulis skripsi, terlihat mudah tapi sumpah cukup membuat mual! Yang saya tahu, mual itu karena kita melakukan sesuatu secara berlebihan. Teori tersebut saya dapat ketika dulu saya masih ikut ilmu bela diri karate (percaya kan?). Pernah suatu waktu saya berlatih sampai mau muntah, kata guru saya itu karena saya terlalu full menggunakan tenaga saya, dan benar-benar maksimal. Sejak itu, apapun yang saya lakukan bila sudah merasa mual saya memberinya jeda, berhenti. Istirahat sejenak hingga keadaan normal kembali. 

5.       Pencarian Materi

Ini susah juga! Materi itu penting sekali, sekalipun tema ringan tapi tetap saja butuh materi dan observasi sesuai dengan tema yang diangkat. Kalau cerita bisa difiksi tapi kalau materi salah-salah bisa diprotes beberapa pihak, misal dalam novelmu bilang kalau tahu itu tidak baik untuk kesehatan, ternyata faktanya kebalikan, sekalipun novel fiksi tapi statemen itu bisa menghasut pembaca dan terkesan membohongi, iya bukan? Jadi pemberian materi yang akurat itu tetap penting dalam sebuah novel. Materi itu sendiri mencarinya susah, butuh observasi butuh belajar dari berbagai sumber. Mungkin itu juga yang selama ini membuat lama penggarapan kali ya?

Sejauh ini baru itu kendala yang saya hadapi. Untuk kendala lain yang mungkin akan terjadi kita lihat saja nanti! Sebenarnya tulisan inipun bertujuan sebagai jeda. Pemberhentian sejenak atas titik berat saya. Harapannya, setelahnya bisa sedikit melegakan. 

Lebih tepatnya sih sebenarnya saya butuh hiburan, seperti membaca buku-buku lucu, menonton film lucu atau mengingat cerita-cerita lucu, kemungkinan besar mood saya bisa kembali dengan itu. cerita lucu yang benar-benar lucu dan membuat saya tertawa ketika mengingatnya adalah cerita Bonyok sendiri. Ceritanya begini,

Dulu, Bonyok pernah pergi bersama pulang ke desa berboncengan dengan kendaran bermotor. Sampai di Pom bensin Bawen mereka berhenti untuk isi bensin pastinya. Otomatis nyokap turun dong dan menunggu. Nah, setelah bensin terisi normalnya bokap nyamperin nyokap dan jalan lagi dong. Lha ini tidak demikian, bokap nelonyor saja naek motor sendirian, nyokap saya ditinggal di pom bensin. Lucunya lagi, bokap kira nyokap masih diboncengan belakang, diajak ngomong kok diem aja, penasaran diapun berbalik dan tidak mendapati istrinya di belakang, itu dia sadari ketika sudah sampai di kota Salatiga. Penuturan Nyokap sendiri akhirnya dia naik angkutan umum untuk pulang ke desa. Hahahaha saya selalu tertawa kalau ingat cerita tersebut. Hahahhahaha... tuh kan tertawa!

Cerita lucu lagi adalah rekan kerja saya yang dulu. Ceritanya dia sedang sms-an dengan calon istri, kebetulan bebarengan dengan sms-an dengan atasanya yang kebetulan seorang wanita. Nah, bisa ditebak kan? Iyah,betul sekali, dia salah reply sms yang harusnya di kirim ke calon istrinya malah di kirim ke atasannya. Bodohnya lagi, dia itu tidak sadar melakukannya, jadi kurang lebih isinya seperti ini “Yank,..ayang kok ga’ bales? Marah ya yang?” hahahahaha dia tidak sadar kenapa tidak dibalas-balas. Giliran dibalas bunyinya seperti ini “Ini nomer saya lho, Bu....... lagi sms-an sama pacar ya?” dia baru sadar ternyata dia salah sms-an, bwahahahahah. Saya dengernya ngakak. Sesekali dia saya godain “Ayang...ayang...” sambil mata saya mengerjap-kerjap. Dia sampai tensin mau ketemu si Ibu.

Begitulah beberapa cerita lucu. Mungkin lain kali kita buka sesi khusus cerita lucu sendiri kali ya! Yah ini hanyalah sebuah jeda. Nafas dalam penat yang menyesakkan. Tapi penat ‘mual’ dengan down itu menurut saya beda. Kalau lagi mual karena terlalu over maka saya butuh jeda dengan menghibur diri, lari-lari, nari-nari, nyanyi-nyanyi, nonton movie lucu-lucu, nonton standup comedy, pokoknya yang lucu-lucu deh, tapi kalau lagi down beda lagi, biasanya saya lebih sering menonton movie yang membangkitkan semangat, inspiratif, membaca buku motivasi, keluar rumah dan melihat kehidupan, rekreasi. Menurutmu apakah sama? Kalau menurut saya tetep beda. Alasannya pun macam-macam, kalau penat itu gara-gara work over / overload tapi kalau down bisa karena patah hati, kecewa, gagal dll. Jadi, bisa dibedakan ya? Kalau sedang penat lihat film Mr. Bean bisa ketawa ngakak, kalau lagi down tetep saja bengong, iya kan?

Begitulah, hidup itu memang butuh jeda atau ‘pause’. Buat yang sedang mengalami penat ataupun down bisa mencoba hal-hal yang saya lakukan di atas. Semua halal dan semua senang. Semoga saya dilancarkan ya bikin novelnya, soal laku tidaknya itu urusan belakangan, key... ganbatteeee...!!!!

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...