Skip to main content

Kontroversi Traveling ke Singapore

Efek pamer foto di akun sosial yang saya lakukan sepertinya bekerja, saya jadi kebanjiran pertanyaan-pertanyaan, kebanjiran sad motion ( :( ) dan bahkan cacian.  Hahahahahahaha....ingin rasanya tertawa sekencang-kencangnya (puas!). 
Saya sendiri mau menyanggah angapan-anggapan seperti "cew mahal" ,"cew ga' perhitungan", "cew boros" yang entah darimana asal muasalnya.  But it's ok, no problem yaar! (Kan cuma ke negeri tetangga deket, belom ke Eropa kali!)
Mungkin perlu saya tegaskan sekali lagi, Journey to Sin yang saya lakukan itu bukan sebuah bentuk foya-foya, holiday habisin duit atau sejenisnya. Cuma maen, traveling, liat kondisi daerah lain (saya harap bisa dipahami maksudnya!).  Sebenarnya saya juga kurang tau persis beda antara traveling dan holiday. Tapi bisa disimpulkan kan, dari kedengarnnya saja sudah menunjuk ke arti yang lain. 
OK, kembali ke rencana awal, jadi saya disini mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sejauh ini sering terlontar mengenai journey ke Singapore. Diantaranya ;
1.  Habis berapa duit? Itu yang paling sering ditanyakan.  Tiap orang beda-beda tentunya, tapi kalo dari saya sendiri kurang lebihnya bisa dirinci sbb ; 
     a.  Tiket Pesawat PP kurang lebih Rp.1.400.000,-
     b.   Akomodasi biro di sana (belum include makan) Rp.2.500.000
     c.   Paspor mengurus lewat agen Rp.500.000,- Urus sendiri lebih murah sekitar 300an ke buat passpor
     d.   Total Airport tax keseluruhan RP.220.000,-
    E.   Uang saku (tergantung masing2 orang) , kalau sudah pakai biro bawa 1 jutaan buat 3 hari 2 malam mungkin cukup.

Soal total biaya, saya sendiri sejauh ini belum pernah memegang uang sejumlah itu secara langsung. Jadi semua biaya di atas saya lakukan bertahap. Contoh bulan Januari beli tiketnya dulu, bayar biro febuari, passpor 4 bulan sebelumnya,dll. 
2.  Berapa hari disana ? Cuma 3hari 2 malam. Kenapa sebentar? karena harus kembali kerja, tidak bisa ijin cuti lama-lama. dan lagi, tambah lama tambah mahal.

3. Pakai maskapai apa ? Semarang-Jakarta-Singapore-Jakarta naik Air Asia http://www.airasia.com/id/id/home.page, Jakarta-Semarang naik Sriwijaya https://booking.sriwijayaair.co.id/b2c/availability.jsp. Tiket promo pastinya. 

4.   Sama siapa? Sama temen. Cuma berdua.

5.   Visa bagaimana? ASEAN bebas visa.

6.   Ke Sentosa ga'? Pastinya.

7.  Nginepnya dimana?  Di hotel udah included dibiro(terima beres) tapi kalau mau backpackeran bisa pakai hostel yang lebih murah. Kemaren saya di Hotel 81 Dicson lumayan nyaman.

Rata-rata sih begitu pertanyaanya. Lainnya tanya "enak ga'"? enak dunk.  So, berdasarkan pengalman kemarin, saya sarankan untuk tidak memakai biro, kenapa? karena selain mahal juga timingnya kurang nyaman, kita harus mengikuti jadwal dari mereka, dan lagi jadwal biro kira-kira hanya sampai waktu magrib, setelahnya waktu bebas tanpa diantar-antar.  Juga di sana aman dan tertib jadi andaikata kita pergi sendiri dan kesasar, posibility pulang ke hotel masih aman dan mudah. Kalaupun nyasar di sana malah asyik kok :D


Sebenarnya bisa kesana bisa dibilang nekat juga.  Pada saat awal memutuskan kesana saya tidak tahu berapa banyak uang yang harus dikeluarkan dan dari mana saya dapat uang tersebut, saya cuma ingin sekali kesana dan benar-benar ingin kesana. Passpor jauh-jauh bulan sudah saya buat. Pada waktu itu saya tidak tahu kenapa saya buat passpor, saya hanya merasa saya akan memerlukannya di tahun-tahun mendatang. Kemudian pikiran nekat itu muncul, saya cari teman yang bisa diajak menggelandang kesana, beberapa teman konfirm setuju, kita tentukan perkiraan tanggal, dan meng-arrange budget awang-awangan.  

Mendekati bulan "H" beberapa teman mundur karena alasan-alasan tertentu saya sempat pesimis dan hanya ada 1 orang yang masih bertahan positif bisa diajak. Januari 2013 Mitha tanya mengenai rencana saya apakah masih diberlakukan? saya bilang iya, dia bilang ok, konfirm positif. Disaat bersamaan, teman saya yang sebelumnya mau ikut akhirnya batal karena terkendala waktu yang tidak tepat, akhirnya tinggal saya dan Mitha , So how? "Berdua gimana,Tha"? tanya saya. "It's ok, gw gp2," jawabnya. Deal!

Dari situ semua dipersiapkan. Booking tiket, Booking biro (dibayar Mitha dulu, duh baiknya!), Browsing info, Booking tiket SMG-JKT (sendiri).  Booking tiket bisa saya tuntaskan di bulan Januari, sendangkan administrasi biro selesai di febuari, Maret tinggal kemas-kemas dan mikir uang saku.  Sebegitu mblibet-nya persiapan administrasi apalagi keuangan, jadi tidak bisa dibilang kalau saya kesana itu foya-foya. Atau sebuah perjalanan kecil yang bagi orang-orang berduit bukan hal yang heboh dan besar. Perjalan itu sudah saya prepare lama, dipersiapkan dan dimaksimalkan dengan segala kekurangan yang ada.  So I called it as "Traveling" not "Holidays".

Ada yang bilang buang-buang duit.  Ada yang malah jadi semangat ingin kesana. Ada yang menatap seolah berkata saya tidak mengaca, atau pesimis mana mungkin bisa sampai di sana.  Ada yang memandang "Di sana mahal jangan kira murah!" (itu saya juga tahu!), yah begitulah masyarakat, ada yang suka ada yang tidak. Mungkin benar tingkah saya beberapa waktu lalu itu bagi sebagian orang adalah suatu bentuk penghinaan (saking kurangnya saya tapi harus mengambil 1 langkah di depan mereka). Saya berusaha cuek dengan semua itu.  Toh plan-plan saya, duit duit saya. Dan seperti yang status yang pernah saya sebar Traveling is not about how much ur money, but It's about how much your passion on it.  Sekalipun  punya duit tapi kalau ngga' minat dan ngga' suka ya jadi mahal.  Tapi sekalipun tak punya duit tapi kalau benar-benar ingin, jalan itu ada dengan sendirinya.  Saya suka bepergian, cari pengalaman, dan menulis that's why.  Hmm...kenapa kesannya saya seperti jengkel dengan sesuatu ya? ok forget it, peace....! Pls understand yaw!

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...