Skip to main content

Spion Kehidupan

Menilik spion itu sama halnya dengan menilik kehidupan, itu menurut saya. Jadi, kenapa saya tiba-tiba terinspirasi oleh spion? Sayapun tak tahu namanya juga inspirasi datang tak diundang, pergi tak bilang-bilang! Kembali kepada tema, yaitu mengenai spion dan kehidupan. Menurut saya keduanya saling terkait & saling memberi makna.  Melihat spion artinya kita melihat ke belakang, bukan? Melihat kondisi di belakang kita, apakah ramai, sepi atau ada apa di sana kata lainnya mengintai kejadian di belakang kita.  


Seberapa sering kita menengok spion? Saya sih seperlunya saja.  Bila kita mau keluar /pindah jalur/ berbelok. Bila terlalu banyak melihat spion bisa-bisa nabrak karna jalan di depan kita terlupakan. Sebaliknya, bila tidak melihat spion sama sekali bisa-bisa ditabrak ganti dari belakang. Jadi kita perlu tau timing yang tepat dan intensitas yang tepat pula.  
Begitupun hidup, layaknya spion saya sering menengok ke belakang. Menilik history sebagai pertimbangan, atau sekedar mengenang apa yang pernah terjadi belakangan.  
Ingat spion, ingat bila saya terlalu banyak melihat spion bisa-bisa lupa jalan depan dan tertabrak.  Bila saya terlalu banyak melihat ke masa lalu, bisa-bisa saya lupa dengan masa depan. Atau bila saya terlalu focus melihat masa depan tanpa sedikitpun menengok ke belakang, bisa-bisa saya dihantam kesalahan dari masa lalu. Semua harus saya usahakan stabil dan seimbang.  Begitulah arti hidup melalui spion. 

Begitu pula mengapa Pak Polisi gencar mewajibkan setiap pengendara motor memasang spion, biar pada sadar diri, dan istropeksi bahwa kecelakaan bisa terjadi kapan saja tanpa melihat spion(Lhoh!?) 
Lha, bagaimana dengan motor-motor yang tak ber-spion? ya, siap-siap saja nabrak atau ditabrak dari belakang :D

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...