Skip to main content

Belanja di Bugis Street & Mustafa Centre Singapore

Seminggu yang lalu jam segini saya dan Mitha masih di hotel 81 Dickson, merebahkan diri dan siap berkemas menuju Bugis street.  Rasanya belum puas kami menelusuri Bugis Street hanya dalam waktu 45 menit.  Selesai mandi dan merapihkan diri, kamipun berangkat. Berbeda dengan sebelumnya yang mana kami diantar agen, kali ini kami berjalan kaki karena jadwal dari agen untuk hari pertama sudah finish.  Saya sendiri mau melanjutkan pemburuan oleh-oleh ditempat tersebut.  Mitha lebih prepare lagi, sudah siap dengan list nama-nama orang yang mau dibelikan dan nama barang yang akan dibeli.  Berada di Bugis street yang riuh ramai memang mengaburkan fokus kita, catatan-catatan kecil memang dirasa cukup berarti.  
Benar juga kata Agi, di Singapore sama aja seperti mangga 2. Berbekal info-info dari teman, saya bertekad untuk tidak terpengaruh membeli barang-barang yang notabene juga bisa ditemukan di Indonesia. Baiknya cari barang yang merupakan icon Singapore dan cuma bisa ditemukan di Singapore.  Tentu saja gantungan kunci menjadi solusi jitu para traveler.  Karena daftar orang saya banyak, pikiran saya langsung Fokus melihat gantungan kunci, dimana gantungan kunci, dimana gantungan kunci. Ahaaa!!!! akhirnya saya temukan juga.  10$ for 3 bukan yang ini, 10$ for 18 naahh..!! ini dia yang saya cari, hehehe 10$ dapat 18 lumayan irit.  Tahap awal beli 10$ dulu. 
"Aku nyari tas Tha, kalo' pas liat berenti dulu ya," kataku.  Mencari-cari tas yang cocok tapi murah (dasar!) 40$ for 2. Hmm..kenapa ya, tiap saya liat angka 10$ & 40$ bawaannya keinget 10ribu ma 40ribu melulu ya? wait, coba dihitung 40$ berarti sekitar 312.000 rupiah dapet 2 hmm murah sih, tapi sama saja dengan di Indo secara ini bukan tas Merk.

   

Karena masih awal saya gengsi mau milih 1dan langsung beli, nanti aja lah, kan belom keliling semua (nyesel :( ! ).  Intinya disana kita sibuk2 nyari oleh-oleh, dan harus dipuas-puasin.  Bugis tutup jam 11 malam kalau tidak salah jadi kami harus pandai-pandai memanage waktu agar bisa keluar dan mendapat semua barang tepat waktu.


Bugis street mirip dengan pasar.  Benar-benar seperti pasar di Indonesia adanya.  Ini seperti Pasar Raya salatiga atau Johar Semarang. Di Bugis, kebanyakan yang saya lihat adalah orang-orang keturunan China, Melayu dan sedikit India&arab. Seperti silsilah penduduk aslinya yang memang perpaduan dari suku-suku tersebut. Jarang rasanya melihat bule di Bugis.



Mitha kembali memilih-milih kaos.  Pengennya dia kita patungan gitu, karena semakin banyak beli semakin murah, tapi saya hitung-hitung budget, kaos tersebut terlalu mahal untuk oleh-oleh (maklum kaum minim) apalagi sebelumnya Mr. Sam (Travel agen+driver kita) mengantar kita ke sebuah toko baju murah 10$ for 3 jadi kerasa bedannya (walaupun yang mahal secara kualitas memang lebih baik). 


Cuma bisa beli 3 pcs untuk Bokap dan 2 orang adek. Sepertinya yang jual keturunan China (keliatan dari mukanya).  Key, merasa cukup dan larut, kami segera keluar dan menyempatkn membeli juice 1$ di salah satu pintu keluar Bugis.  Begonya saya, udah tau ada namanya masing-masing saya asal tunjuk ternyata yang saya beli juice asam (haduh..!!)

Yang saya tahu, tempat shopping murah di Singapore itu ada Bugis, China town ma Mustafa centre. Tapi sepertinya kami tak punya cukup waktu untuk mengunjungi ketiganya, akhirnya saya dan Mitha sepakat melepas China Town dari daftar kunjungan dengan alasan barang-barang China sudah ada dimana-mana (apalagi beberapa tahun lalu Mitha juga lepas pulang dari China).

Hari kedua kami habiskan di Sentosa hingga malam, barulah tengah malam kami berjalan kaki menuju Mustafa Centre yang memang tak jauh dari hotel kami (tapi kaki ko' pegel-pegel).  Kami tempatkan Mustafa di hari kedua tengah malam karena katanya itu tempat buka 24 jam, sedangkan tempat-tempat lain seperti Ochard&Bugis hanya sampai jam11 malam.  Walhasil, kami shoping hingga dini hari (seumur hidup baru pertama kali shopping hingga dini hari.)


Dibanding Bugis yang saya nilai seperti pasar, Mustafa lebih tertata dan rapi. Di Indonesia sendiri bisa dikatakan seperti Mall kecil.  Bila di Bugis dikuasai kebanyakan oleh baju-baju, di Mustafa layaknya Mall berisi barang-barang kebutuhan, tas, snack/makanan dan beberapa accecories untuk oleh-oleh.  Secara harga tentunya lebih miring di Bugis, begitu hasil pengamatan saya.  Di bugis gantungan kunci  berharga 10$ untuk 18 pcs, sendang di Bugis 3.5$ untuk 6PCS (lebih mahal 0.5$).  Untuk barang-barang lain lebih tinggi lagi bedanya.  Cermin yang di Bugis bisa dapat 3 dengan 10$ di Mustafa bisa mencapa 5$ per PCS nya. Setelah muter-muter dan kedinginan, akhirnya saya malah membeli sebuah tas berharga 19$ dan sebuat notes 2.8$.  Mitha sudah memperingatkan saya berkali-kali untuk apa membeli Notes toh di Indo juga ada. Hmm..tapi gimana ya namanya juga penggemar notes itung-itung belinya di Singapore,hehehe.  

Paginya sebelum berangkat ke bandara saya meminta kembali ke Mustafa karena masih ada sisa uang 12$ (saya pikir mo buat apa, ditukar juga cuma dapat sedikit) lebih baik saya belanjakan gantungan kunci dan bolpoin imut ala Singapura. Dan akhirnya itulah terakhir kalinya kami belanja murah di Singapore.

Ternyata niat foto-foto tanpa banyak belanja secara halus terpendam sendiri oleh gemerlapnya oleh-oleh.  Tetep kalau disana mau tak mau, sedikit or banyak pasti belanja.  Toh jauh-jauh kesana masa tidak membeli kenang-kenangan barang sedikit?? hmm dasar wanita!

Oh ya, Ochard?! kami tidak ada jadwal kesana.  Bila mau kesana Mr Sam minta tambahan 30$ lagi (busyet!!) akhirnya karena Mitha sangat ingin kesana, kita berdua nekad ke Ochard naik Bus. Tapi sayang sampai di Ochard sudah lewat 11 malam, semua sudah tutupan :( bagaimana cerita serunya perjalanan ke Ochard, simak artikel berikutnya :)

Comments

  1. AssalamuAlaikum wr"wb Allahu Akbar-Allahu Akbar allah mahabesar.
    Kenalkan saya IBU ULAN TKI membernya yang kemarin aki brikan nmr 4D asal dari kota MEDAN, jadi tki di SINGAPUR, mau mengucapkan banyak2 trimakasih kepada KI PALAH yg sdh membantu kami sekeluarga melalui nmr TOGEL SINGAPUR 4D Keluar hari rabu kemarin allahamdulillah benar-benar kluar akhirnya dapat BLT Rp.500jt, sesuai niat kami kemarin KI, klo sdh jackpot, kami mau pulan kampung buka usaha & berhenti jadi TKI, TKW, cepek jadi prantauan aki kerena sdh 15 tahun jadi tkw nga ada perkembangan, jangankan dibilang sukses buat kirim ke Kampung pun buat keluarga susah KI, malu KI ama kluarga pulang nga bawah apa2, kita disini hanya dpt siksaan dari majikan terkadan gaji tdk dikasih, jadi sekali lagi trimakasih byk buat aki sdh membantu kami, saya tdk bakal lupa seumur hidup saya atas batuan & budi baik KI PALAH terhadap kami.
    Buat sahabat2 tki & tkw yg dilandai masalah/ingin pulang kampung tdk ada ongkos, dan keadaannya sdh kepepet tdk ada pilihan lain lg. jangan putus asa, disini kami sdh temukan solusi yg tepat akurat & trpercaya banyak yg akui ke ahliannya di teman2 facebook dengan jaminan tdk bakal kecewa, jelas trasa bedahnya dengan AKI-AKI yang lain, sdh berapa org yg kami telpon sebelum KI PALAH semuanya nihil, hanya menambah beban, nga kaya KI PALAH kmi kenal lewat teman facebook sdh terbukti membantu ratusan tki & tkw termasuk kami yg dibrikan motipasi sangat besar,demi allah s.w.t ini kisah nyata kami yg tak terlupakan dalam hidup kami AKI, sekali lagi trimakasih byk sdh membantu kami,skrg kami sdh bisa pulang dengan membawa hasil.
    Jika sahabat2 merasakan hal yang sama dengan kami.
    silahkan Hubungi KI PALAH siapa cepat dia dapat,
    TERBATASI penerimaan member...wajib 9 member bisa diterimah dlm 3x putaran.
    HUBUNGI LANSUNG DI NO:0823.8831.6351.
    Atau kunjungi Situs KI PALA dengan cara klik >>>>>KLIK DI SINI<<<<<

    ReplyDelete
  2. Kalau menurut saya muatafa itu mahal mahal, beda di kampung china. Lagi pula menurut saya di mustafa kebanyakan dari batam barangnya. Misal coklat dominan dari batam.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...