Petani Pinang Jambi | istagram : @plepah_id Mungkin publik mulai lupa dengan berita tentang paus sperma yang mati dan terdampar di Wakatobi pada tahun 2018 lalu. Yah, anda tidak salah baca, itu terjadi di Wakatobi yang katanya surga bawah lautnya Indonesia. Lebih parahnya lagi di dalam perut si paus ditemukan sampah plastik sebanyak 5,9 kilogram. Isinya bermacam-macam, mulai dari gelas plastik, botol plastik, kantong plastik, tali rafia bahkan sandal jepit. Berita tentang sampah dalam perut paus memberi sinyal bahwa laut kita sedang tidak baik-baik saja. Itu pulalah yang juga dirasakan oleh seorang Rengkuh Banyu Mahandaru ketika menapakkan kaki di Wakatobi. Rengkuh senang diving , tapi belakangan hobinya itu tidak lagi menyenangkan. “Waktu saya ke Wakatobi, saya merasakan langsung dampak styrofoam dan plastik mengganggu sesuatu yang membuat saya senangi” ujar Rengkuh Banyu Mahandaru, founder Plepah dalam acara Astra Talks 15th SATU Indonesia Awards 2024 yang berlangsung di Menara
Haruki Murakami tak ingin hidup dengan pikiran-pikiran liarnya seorang sendiri. Dan seperti cerita-cerita yang selama ini beredar tentang dirinya, ia membiarkan dunia tahu tentang isi kepalanya sejak menonton pertandingan bisbol antara Yakult Swallows dan Hiroshima Carp. Ia pulang lalu menulis novel pertamanya dan mendapat penghargaan sastra Gunzou setahun setelahnya. (dan cerita ini akan terus saya ulang sejauh saya mereview novel-novelnya) Tak bisa tidak, sebagai seorang yang bercita-cita menulis novel suatu hari nanti, cerita tentang betapa mudahnya jalan literasi Murakami tentu menimbulkan rasa iri yang berkepanjangan. Haruskah saya menonton bisbol? Ataukah menelusuri jalan pikirannya? Tapi mungkin cerita hidupnya terdengar mudah karena isi pikirannya yang terlanjut sulit. Buku Lelaki-lelaki tanpa Perempuan ini adalah karya Murakami kesekian yang telah selesai saya baca. Ada garis merah di antara karya-karyanya. Ia memasukkan banyak bagian dari hidupnya, entah soal kebiasaan, kegem